bagian 32- aku kenapa?

36 3 0
                                    

Suasana seketika semakin hening, tidak ada percakapan yang melingkupi, hanya suara kicau burung yang menghias hari ini. Aku diam dengan wajah menunduk ke pundak Ryan, wangi mint yang khas membuatku sedikit nyaman didekatnya. Yaps, hanya sedikit. kenapa?, karena entah kenapa, jantungku berolah raga lebih cepat dari biasanya, dan aku berharap Ryan tidak mendengar degup jantungku dengan posisiku seperti ini.

Aku mengangkat wajahku, menoleh ke kanan dan ke kiri, kedepan dan kebelakang, lalu mengembungkan pipiku, memberi ekspresi ngambek, "emm..., ka?" gugup ku, "masih jauh?" tanya ku menoleh ke Ryan.

Sialnya, Ryan tidak menyahut dan terus berjalan dengan tatapan lurus ke arah depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sialnya, Ryan tidak menyahut dan terus berjalan dengan tatapan lurus ke arah depan. Bukan Freya kalo langsung menyerah begitu saja, "emm, ka, kalo masih jauh, aku bisa jalan sendiri," ucapku.

Ryan pun menghentikan langkahnya dan menurunkanku dari punggungnya, sehingga kakiku menapak ke tanah dengan tubuh terkejut, eh?, beneran diturunin?

Aku menatap Ryan yang kini membalikkan tubuhnya, tidak lupa mata tajamnya menatap tajam ke arahku. Aku pun menggaruk kepalaku yang tidak gatal, "emm, udah yok," ucapku antusias, dan melangkahkan kakiku. Namun, terhenti ketika Ryan mulai mengeluarkan suaranya, "naik!" Titah Ryan.

Aku pun mengerutkan keningku, naik?, naik apaan?,

Aku menoleh kearahnya, kemudian memutari sekelilingku, naik?, emang disini ada kendaraan?, kursi? Atau apalah yang bisa ditumpangin?, atau... Naik dalam artian terbang?, terbang...., aku kan gak punya sa---.

"Gw gak minta lo ngelamun, gw minta lo naik!" ulang Ryan

Aku pun menatap Ryan takut-takut, "naik apa?"

Ryan menghembuskan nafasnya kasar, "gak lihat tangga?" tanya Ryan menunjuk ke deretan kayu yang menempel secara berurutan dibatang pohon sehingga membentuk tangga untuk mencapai ke suatu ruangan kecil yang berada di atas pohon itu.

Mataku beralih menatap ke arah yang Ryan tuju dan menelusuri setiap kayu demi kayu sampai ke puncaknya. Hal itu membuatku sedikit bergidik ngeri dan memeluk diriku sendiri dengan sumpah serapah yang terus keluar dari mulutku, itu..., rumah pohon?, aku menelan salivaku, kenapa harus ada rumah diatas pohon gini si?, Aku itu phobia tinggi...

Aku menoleh ke Ryan. Bahkan tubuhku sudah keringat dingin, "em... Ka, a-aku... gak bisa," gagapku

Ryan hanya menaikkan satu alisnya, aku pun menggaruk kepalaku yang tidak gatal, "emm..., anu... em--," aku pun menundukkan kepalaku, "phobia tinggi," jujurku dengan suara yang terdengar seperti suara cicitan. Namun sialnya, terdengar oleh ryan.

Ryan menarik tanganku mendekati pohon itu, sehingga membuatku berdiri di depan pohon tersebut dan Ryan berada tepat di belakang ku. Reflek aku terkejut dan menoleh ke arahnya dengan mata membulat, "ka..---"

"kenapa?, takut?" tanya Ryan

Aku pun menganggukkan kepalaku, "a- aku gak---"

"Lo bisa!" Bantah Ryan

Antara Mimpi dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang