Aku sedang duduk di kursi ku, melirik ke jendela kelas dan sesekali menundukkan kepala. Mendadak aku tidak memiliki semangat untuk melakukan sesuatu.
Mimpi ku, teka-teki itu, memory yang tiba-tiba berputar tanpa ku duga, kehadiran ka Arga di hidupku, dan sikap ka Ryan yang selalu membuat hati ku rasanya tak karuan. Mengingat hal itu membuatku hanya bisa berdecak, mengerang dan pasrah tanpa tau harus apa.
Kapan semua ini akan selesai?, ucapan ka Ryan kemarin..., siapa yang ada di dalam hatinya?, kenapa hati aku rasanya seperti dicubit ketika mendengar uca---.terpotong
Tiba-tiba sebuah suara melengking ke telingaku dan membuyarkan lamunan ku. Aku hanya menghembuskan nafasku kasar, bisa gak sih, gak teriak?. Aku pun mengenggelamkan kepalaku di tumpukan tanganku yang terlipat dimeja.
"Freeeeeey!" seru Vivi mendekati ku.
Aku hanya berdeham, malas untuk bicara.
"Frey..., lihat aku..., kamu kenapa sih?, dari tadi diem aja," protes Vivi mengguncangkan pundak ku pelan
Aku mengerang, "apaan si, ellah."
"Kamu kenapa sih?, lagi gak mood ya?" tanya Vivi
Aku hanya diam saja, tanpa menanggapi ucapan Vivi.
"Aku mau cerita Frey..., kenapa kamu gini sih?, dari kemaren kamu kan gak masuk, kamu juga lebih sering bareng ka Arga. Aku terima aja tuh, apa lagi pas tau orang yang pernah aku suka deket sama sahabatnya sendiri." jelas Vivi, matanya kini mulai berkaca kaca. Reflek aku mengangkat wajahku di saat kata terakhir diucapkan Vivi.
"Kamu cemburu?, kan aku udah bilang kalo aku sama ka Arga gak ada apa-apa," jelasku, "kalo kamu mau aku jauhin dia?, oke, aku bakal jauhin dia. Tapi kamu jangan marah sama aku."
Vivi menunduk, "Aku tau gak seharusnya aku kaya gini, tapi seenggaknya sakit, Frey. Walaupun aku udah mulai gak suka sama dia, tapi aku pernah punya rasa sama dia, dan kamu tau kan aku masih dalam mode move on, belum sepenuhnya lupa sama dia. Sedangkan, Kamu?, tiba-tiba datang dimana ada dia di hidup kamu, laki-laki yang aku suka. Terus aku bisa apa?," Vivi menghembuskan nafasnya.
Aku hanya diam, mulutku bungkam. Bahkan suaraku tidak keluar lagi seperti ada gangguan di pita suaraku. Rasa bersalah melingkupi diriku, menyelimuti pikiranku dan hatiku.
Kan yang moody-an aku, ko' jadi dia yang baper sih?. Aku kan jadi ngerasa bersalah..., aa..., aku gak tau harus apa?,
Vivi pun memajukan bibirnya, memberikan kesan ngambek, "diem aja kalih?, gak ada respon l/basa basi gitu?, diem aja?" protes Vivi
Aku pun hanya menggigit bibir bawahku dan menggeleng kepalaku pelan.
Mata Vivi membulat dengan mulut sedikit menganga, "seriusan nih gak ada respon, kata maaf, hiburan/semacamnya?, seenggaknya basa-basi kek, Frey..." geram Vivi.
Aku hanya menggeleng pelan. Ko' maksa sih?
Vivi pun menjambak rambutnya dan menghembuskan nafas kasar, "sumpah! Gak peka banget si lu, Freyyy. Kesel gw jadinya," geram Vivi, "harus lo tau, lo itu cewek gak peka yang pertama kali gw temuin di bumi ini yang merupakan spesies langka, dan udah seharusnya punah karena ketidak pekan yang akan membuat orang kesal dan geram." Tambah Vivi panjang lebar
Aku hanya mengerutkan kening ku.
"Ah iya, satu lagi, kalo lo ada di posisi gw, lo pasti tau gimana keselnya berhadapan dengan orang yang gak peka. Rasanya itu kaya ngomong sama tembok! Datar dan gak bakal ngerespon!" cerocos Vivi
hingga sebuah kalimat terlintas di otakku sehingga membuatku mengerutkan keningku, vivi gak marah?
Aku pun mengalihkan pandanganku ke arah lain, membiarkan ocehan Vivi bagaikan angin yang hanya lewat begitu saja. Pikiran ku tenggelam memikirkan tentang Vivi yang gak jadi marah.
Hingga sebuah goncangan pelan membuyarkan lamunanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Mimpi dan Dia
De TodoFreya, seorang gadis yang memaknai semua hal dengan kata bintang.. Hatiku seperti halnya angin terkadang berubah tidak tentu arahnya, terkadang aku tak mengerti tujuanku? yang aku tau, aku hanya tidak ingin merasakan bimbang dan bayangan yang mengh...