Koma

18.9K 2.3K 187
                                    

Mohon maaf telat up karena masih berada di Malang sehingga family always come first

Semoga masih banyak yang suka ya

Happy Reading


Kabut itu terus menarik tubuhku ke sebuah lorong yang begitu panjang. Tubuhku terasa begitu ringan. Kedua mataku tak dapat melihat apapun hanya deretan asap berwarna kelabu yang kian lama semakin memudar. Hingga beberapa waktu kemudian, tubuhku seolah telah berada di suatu tempat. Beberapa saat setelahnya, kedua mataku hanya bertemu gelap. Aku berusaha untuk tidak meronta atau berteriak ketakutan. Setenang mungkin, aku mencoba untuk terus berusaha mencari sumber cahaya. Namun hanya gagal yang kujumpai. Tak berapa lama, sentuhan udara dingin menerpa hampir sekujur tubuhku, seketika aku mengigil. Tetapi kemudian, terpaan udara dingin itu berganti menjadi sebuah kehangatan.

Meski aku belum menemukan sumber cahaya, aku tetap tenang karena tubuhku terasa hangat. Ingin rasanya aku terus mencari dimana keberadaanku, tetapi aku lebih memilih untuk menghemat seluruh energi. Kedua kakiku pun seolah kebas, tak hanya kaki, semua anggota tubuhku seolah bekerja sama untuk tak lagi mematuhi perintah otakku. Hingga tanpa kusadari, aku kembali merasakan terlelap dan kembali terseret ke suatu alam lain, yang aku sendiri tak tahu, dimana alam itu berada.

Entah sudah berapa lama aku berada di alam itu, namun yang jelas aku merasakan hal aneh yang terjadi terhadap tubuhku. Semula, tubuhku terasa ringin, seolah bisa melayang dan melompat dengan mudah saat berpindah dimensi. Namun kali ini, tubuhku seolah terasa berat. Aku berusaha menggerakkan kaki dan tangan, tetapi tetap saja, tak ada yang berubah. Kedua netraku, kupaksa untuk membuka, tetapi sepertinya indera pengelihatanku ini tak bisa untuk mencerna perintahku. Saat aku sibuk dengan kondisi tubuhku, sayup sayup terdengar suara yang sangat kukenal

"Sabria...."

"Bude...."

Aku mengenali dua suara wanita itu. Sabria dan Bude Ratih. Dua orang yang sangat aku sayangi. Tetapi ada yang aneh dengan kedua suara mereka. Aku mendengar suara mereka bergetar hebat. Ada semacam kesedihan yang tersembunyi di balik suara mereka berdua.

"Arini kenapa, Nduk?"

"Tadi sempat kritis lagi. Detak jantungnya hilang beberapa detik"

"Ya Tuhan...Arini."

"Bude...jangan nangis. Mbak Arini sudah melewati masa kritisnya"

"Maafkan Bude meninggalkan kamu sendirian di sini jaga keponakan Bude ya. Harusnya Bude ga pulang ke rumah tadi"

"Bude ga salah. Bude tentu saja sangat letih karena jaga Mbak Arini"

"Kamu sudah beritahu Mas Raka?"

"Sudah Bude. Pakde Raka dan Bude Fatma sedang dalam perjalanan. Tapi, Bia belum berhasil menghubungi Papa..."

"Mereka ga usah dikasih tahu. Percuma. Dalam otak mereka, hanya anak pembantu itu yang berharga"

"Bude...sabar ya..."

"Kenapa penderitaan dia ga ada habis habisnya ya?...."

Aku mendengar suara isak tangis Bude Ratih disusul kemudian suara Sabria, calon adik iparku yang terdengar menangis. Tanpa perlu bepikir terlalu lama, aku mengetahui siapa yang mereka bicarakan. Jika mereka menangis karena terlampau kecewa dengan kedua orangtuaku, aku sendiri tidak seperti itu. Hatiku sudah terlampau kebal dengan perilaku mereka.

Selang beberapa saat kemudian, aku bisa mendengar suara tegas milik Pakde Raka dan suara lembut yang selalu menenangkan milik Bude Fatma. Semua orang yang tulus mencintaiku, kini berada di dekatku. Entah mengapa, tiba tiba aku merasakan jika air mataku keluar begitu saja meski sekarang pandanganku masih terlampau gelap dan seluruh anggota tubuhku masih belum bisa bergerak.

JANJI SETIA UNTUK ARINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang