Terbagi

20.2K 2.3K 615
                                    

Hai hai semua. Akhirnya bisa up lagi. Part ini dibuat dalam perjalanan menuju malang, di atas kereta api Penataran. Hehehe

Sebelumnya mohon maaf jika cerita ini sangat membosankan, sangat membuat bingung. Maafkan keterbatasan saya sebagai penulis amatiran. Jika memang banyak protes yang masuk, apakah sebaiknya saya hentikan cerita ini? Kalau iya, akan segera saya unpublished cerita ini.

Oh ya, rencananya, saya dan mbak deanakhmad dan beberapa teman yang lain, akan meet up di acara BBWF surabaya tanggal 8 atau 9 Oktober 2019. Untuk kepastiannya, akan diumumkan di wattpad. So, yang mau ikutan, hayuk yah. Sambil belanja, sambil ngerumpi gitu.

Happy Reading

Tak ada hari yang terburuk selain hari ini. Semua yang terjadi kemarin, seperti sebuah mimpi dan aku ingin segera terbangun. Akal sehatku seolah menghilang. Ketegasanku dalam mengambil sikap seperti lenyap tak bersisa. Permasalahan terbesarnya adalah saat ini aku tidak berada di alam mimpi ataupun menjadi puppet di negeri dongeng. Semua ini nyata dan memang benar benar terjadi.

Jika teringat malam kemarin, aku menyesal telah menenggak minuman iblis itu. Niat awalku hanya ingin sedikit melupakan masalah rumah tanggaku namun semua berakhir dengan bencana. Aku ingat ketika tiba di rumah, kondisiku tidak sepenuhnya mabuk. Kedua buah pil laknat itu yang membelokkan semua mimpi dalam hidupku.

Berkali kali aku meruntuki kebodohanku. Siapa yang bisa mengelak dari efek samping pil iblis itu. Aku hanya sedikit mengingat jika aku dan Arini sedang melakukan aktivitas ranjang seperti biasa. Namun sekali lagi, kejadian itu ternyata mimpi. Bukan Arini yang berada dalam kuasaku, tetapi adikku sendiri, Erina.

Erina adalah anak dari adik tiri papa, Tante Yola. Om Ega dan Tante Yola meninggal dalam kecelakaan tunggal saat Erina berusia 3 tahun. Saat itu juga, Papa dan Mama mengadopsi Erina sebagai anak mereka. Aku sangat menyayangi Erina seperti Cindy adik kandungku. Erina adalah pelipur lara keluarga kami, terutama saat kami berduka atas kehilangan tante Yola. Maklum saja, meski adik tiri, tante Yola sangat dekat dengan Papa dan juga tante Yola adalah sahabat karib Mama sejak masih SMA. Karena jasa tante Yola, Papa dan Mama akhirnya menikah.

Aku hanya mengamati perubahan warna langit dari kamar yang aku tempati saat ini. Lebih dari 24 jam , aku terkurung di sini. Rencana pernikahan ku dengan Erina pun terpaksa harus mundur karena kondisi Erina yang masih terpukul karena kelakuan bejatku. Aku sudah seperti orang gila saja karena semua akses komunikasiku sengaja ditutup oleh Papa.

Pintu kamarku tiba tiba terbuka dan kedua orang tuaku tiba tiba muncul di depanku. Mama menghampiriku dengan membawa sebuah nampan yang berisi santap malam. Jujur saja, aku sangat tidak berselera untuk menghabiskan hidangan itu meski semua yang ada di atas nampan adalah makanan kegemaranku.

"Makan dulu Mas. Setelah itu, kita bicara ya"

Aku masih terdiam melihat hidangan yang ada di depanku. Mama memilih duduk di sampingku meski aku merasa sikap Mama sedikit berubah. Mata Mama terlihat sembam sedangkan Papa masih berdiri melihat keterdiamanku. Kedua mata Papa begitu mengintimidasiku sehingga terpaksa
aku segera menghabiskan makanan yang tadi Mama bawa.

Papa duduk tenang di kursi yang ada di hadapanku. Setelah memberikan jeda sejenak, Papa mulai mencoba berbicara. Aku sendiri sudah siap untuk menyanggah semua pendapat Papa dan Mama. Bagiku, hanya Arini yang akan menjadi istriku. Aku tidak akan lepas tanggung jawab pada Erina. Sepenuhnya aku akan bertanggung jawab terutama jika nantinya dia hamil. Tetapi tanggung jawab itu bukan untuk menikahinya.

"Papa dan Mama disini berbicara bukan sebagai orang tuamu. Tetapi sebagai orangtua dari Erina"

Wajah Papa dan Mama sama sama menunjukkan kesedihan yang mendalam. Aku sendiri tidak tega melihat wajah Mama yang sesekali menghapus buliran bening yang keluar dari sudut mata Mama.

JANJI SETIA UNTUK ARINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang