Finally...Officially as Magister....Terima kasih semuanya. Doakan semoga segera bisa melunasi hutang cerita yang ada. Bisa melewati kehamilan dengan lancar. Lahir dengan selamat. Karena sampai saat ini dokter meminta saya untuk benar benar bedrest hingga satu atau dua bulan kedepan. Doakan saya ya...Insya Allah hpl nya bulan Juni 2020
Oh ya jangan lupa untuk mengisi Sensus Penduduk Online 2020. Caranya mudah kok. Tinggal kunjungi website sensus.bps.go.id
Ikuti langkah langkahnya dan isi semua yang ditanyakan. Mudah kok. Jangan lupa ya
Langkahnya terlihat lunglai ketika ia memasuki rumah, yang meski tidak semewah rumah yang terdahulu, namun bangunan berlantai dua ini, adalah buah dari hasil kerja kerasnya selama ini. Jika dulu, dia disambut oleh beberapa asisten rumah tangga, kini dia harus puas dengan melihat seorang wanita tua yang sedari tadi sudah menunggunya di meja makan. Lelaki itu segera meraih punggung tangan wanita yang sangat ia hormati itu. Wanita tua itu kemudian mengusap pucuk kepala sembari merapalkan doa untuk keselamatan lelaki yang telah ia anggap putra kandungnya.
"Makan dulu, le"
"Iya Bu"
Tak ada menu istimewa yang terhidang di atas meja makan. Namun lelaki itu, begitu lahap memakan semua masakan wanita yang sudah ia anggap ibu kandungnya sendiri. Tumis labu siam dengan ikan bandeng kuah kecap dan secobek sambal terasi bertabur pete. Begitu lahapnya, hingga wadah nasi yang tadinya penuh, kini hanya menyisakan beberapa sendok saja.
"Sudah berapa hari kamu ga makan, Nak?"
Lelaki itu terkekeh perlahan dan segera meneguk habis segelas air putih yang telah berada di sampingnya.
"Maaf,Bu. Saya ga pernah cocok kan dengan masakan luar jawa"
"Acara di sana lancar?"
"Lancar, Bu. Dan saya sempat menginap sehari di sana. Saya kangen Arkana, Bu"
Wanita tua itu kemudian menghampiri lelaki yang tetap menjadi puteranya itu meski hubungan mereka telah kandas di meja pengadilan. Telapak tangannya yang kasar membelai lembut surai hitam legam yang kini nampak tak terawat.
"Maafkan kami, Le. Maafkan putri Ibu"
"Bu...."
Lelaki itu akhirnya memapah wanita tua itu ke ruang keluarga yang terletak di samping ruang makan. Isak tangis wanita itu selalu tak bisa tertahan. Barisan bayangan masa lampau, buah pikiran putri tunggalnya. Bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Tak pernah ia bermimpi, di sisa usianya yang entah berapa tahun lagi, wanita tua itu harus merasakan malu yang tak bisa lagi ia sembunyikan. Harusnya, andai dulu ia tak mudah percaya dengan tangis putri tunggalnya, mungkin ia masih berada di rumah keluarga yang telah menyelamatkan kehidupan keluarganya. Andai dulu ia lebih mementingkan perasaan putri kandung Rakai dan Savitri, mungkin rentetan kisah kelam diantara mereka tak akan pernah terwujud.
"Ibu....jangan menangis lagi...."
Wanita berkali kali menyeka air matanya. Kesalahan putri semata wayangnya tak pernah bisa dimaafkan.
"Arimbi sudah mendapatkan hukumannya. Dia melalaikan tugasnya sebagai istrimu ....dia juga sudah memberikan racun di dalam cawan yang bermandikan madu, pemberian cuma cuma dari Tuan Rakai"
Ada helaan nafas yang sangat berat saat wanita tua itu menjeda kalimat yang penuh dengan rintihan duka. Meski sekarang hanya berstatus mantan menantu, Mahardika tetap setia bersimpuh di hadapan Warni dan dengan penuh kasih sayang, ia mengusap perlahan telapak tangan keriput milik mantan ibu mertuanya itu.
"Ibu malu...Nak. Sangat malu. Bertambah rasa bersalah ibu, ketika Tuan Rakai hanya membalikkan punggungnya saja kepada kami. Ibu lebih memilih dihujani batu oleh beliau. Ibu belum sempat mencium kaki Nyonya Savitri. ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
JANJI SETIA UNTUK ARINI
RomanceBagi Arini, Mahardika adalah dunianya. Mahardika adalah nama yang selalu dia sebut dalam tiap doanya. Mahardika adalah nama yang akan selalu ada dalam hatinya hingga nanti nyawanya terpisah dari raganya. Ketika Mahardika bertunangan dengan Arini, ga...