🍁{Chapter 20}🍁

24.4K 1K 15
                                    

"Tetaplah tersenyum walaupun masalah yang  sedang kau hadapi sangat berat karena senyum itu adalah ibadah."

Happy Reading ❤

🍁

Aleta sudah hampir sebulan berada di rumah sakit karena luka-lukanya belum sembuh total.

Aleta bersyukur karena ada beberapa guru yang mau menjenguknya dan membawakannya makanan walaupun tidak ada teman yang menjenguknya kecuali Alvaro. Aleta sadar diri kalau ia tidak punya temen di sekolah, hanya Alvaro temannya.

Alvaro tidak pernah absen untuk menemani Aleta setiap hari. Jam menunjukan pukul sembilan pagi, Aleta sendirian di ruangannya karena Alvaro sedang sekolah, Oma juga harus mengurus Reyhan di rumah.

Aleta meminta bantuan suster untuk mengantarnya ke taman, dia ingin menghirup udara segar. Aleta sangat bosen berdiam diri di dalam ruangannya.

"Makasih udah nganterin aku ke taman Sus, Suster pergi aja," ucap Aleta lembut.

Suster itu mengangguk mengerti. Suster itu mengulurkan tangannya mengelus rambut Aleta. "Ya udah, Suster pergi ya. Kamu baik-baik di sini kalau minta apa-apa minta aja sama Suster lainnya yang ada di sini," terang suster itu.

Aleta mengangguk mengerti. Memang banyak suster-suster yang sedang berada di taman untuk beristirahat.

Aleta melihat sekeliling taman rumah sakit yang dipenuhi pepohonan dan bunga-bunga yang sangat cantik.

Aleta tersenyum saat melihat bunga-bunga yang sangat cantik. Aleta bersyukur karena masih bisa melihat keindahan dunia.

Tiba-tiba ada anak kecil perempuan yang menghampirinya. Anak kecil itu tersenyum. "Hai Ka, nama aku Alya. Nama Kaka siapa?" tanya Alya.

"Nama Kaka Aleta," balas Aleta. Alya meronggah saku baju rumah sakit yang sedang ia kenakan.

Aleta tersenyum ketika Alya memberikannya permen coklat. Aleta mengelus rambut Alya. "Makasih Alya," ucap Aleta.

Alya tersenyum lebar. "Sama-sama Ka. Dimakan ya Ka coklatnya, itu coklatnya enak banget loh Ka. Coklat itu kesuksesan aku," jelas Alya.

"Iya, Kaka pasti makan kok coklatnya Alya. Orang tua Alya mana? Kok Alya sendirian di sini?" tanya Aleta Penasaran.

Alya tersenyum tipis lalu menundukkan kepalanya. "Orang tua aku malu punya anak yang penyakitan kaya aku. Mereka gak sudi ngerawat aku yang nantinya bakal nyusahin mereka. Jadi, aku diserahin ke Paman aku yang berprofesi sebagai dokter di sini," jelas Alya.

Aleta merasa kasihan pada Alya, pasti rasanya sangat menyakitkan ketika dibuang oleh orang tua kita sendiri.

Alya menggenggam tangan Aleta. "Aku gak papa Ka, aku bahagia di sini. Kaka jangan natap aku kaya gitu, serius deh aku seneng banget bisa ada di sini," jelas Alya tersenyum.

Aleta mengelus rambut Alya. "Emang kamu sakit apa Alya?" tanya Aleta.

Alya tersenyum tipis. "Cuma sering sakit kepala doang kok Ka," jawab Alya.

Aleta membalas senyuman Alya. "Cepet sembuh ya Alya," ucap Aleta.

"Makasih Ka. Hmm... Kaka kenapa pake kursi roda?" tanya Alya.

Aleta tersenyum tipis sambil memandangi kaki kanannya yang sampai saat ini tidak bisa digerakkan sedikitpun. "Kaki kanan Kaka mengalami kelumpuhan tapi Kaka gak papa ko," jawab Aleta.

Alya jongkok di depan kaki Aleta lalu ia mengelus kaki kanan Aleta yang terbalut perban. Bukan hanya kaki Aleta, Alya juga melihat kedua tangan Aleta terbalut perban.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Aleta? Itulah pertanyaan yang ada di benak Alya.

Alya mengecup singkat kaki kanan Aleta. "Kaki, cepat sembuh ya. Kasihan Ka Aleta kalau harus pakai kursi roda terus," lirih Alya.

Aleta merasa terharu dengan perlakuan Alya. Aleta memeluk Alya. "Makasih Alya. Kamu baik banget. Ka Aleta yakin suatu hari nanti orang tua kamu bakal nerima kamu lagi, untuk sekarang kamu harus sembuh dulu," ujar Aleta.

Alya melepaskan pelukan Aleta lalu ia tersenyum lebar. "Aku pergi dulu ya Ka, semoga nanti kita bisa ketemu lagi. Jangan lupa dimakan ya coklatnya Ka. Aku yakin kaki kanan Ka Aleta bakal bisa buat jalan lagi," ujar Alya.

Alya berlari menjauh dari Aleta. Alya menghentikan langkahnya lalu ia melambai-lambaikan tangannya pada Aleta yang sedang menatapnya sambil tersenyum.

Alya memasuki salah satu bilik wc di rumah sakit, dia memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit.

Dia melihat banyak rambut yang rontok dari kepalanya. Alya menghembuskan napas kasar. "Aku harap masih bisa hidup lebih lama lagi," gumam Alya.

🍁

Aleta kembali ke ruang rawat inapnya. Dia menatap ke arah jendela. Tiba-tiba ada tangan yang menutupi matanya. "Al, kamu ngapain sih? Singkirin tangan kamu, aku tau pasti ini kamu kan Al," ucap Aleta.

Alvaro menyingkirkan tangannya dari mata Aleta lalu ia menarik kursi dan duduk di sebelah Aleta. "Yaaa... Kok lo bisa tau sih Ta kalau ini gue?" tanya Alvaro.

Aleta tersenyum tipis. "Siapa lagi kalau bukan kamu Al? Gak mungkin kan orang lain, aku kan cuma punya teman kamu doang," jawab Aleta.

Aleta tidak berbohong kalau sebenarnya ia sedih hanya memiliki satu teman yaitu Alvaro.

Aleta ingin sekali mempunyai banyak teman tapi sepertinya itu tidak mungkin mengingat kalau ia dijauhi oleh orang-orang karena ia miskin.

Alvaro menyenderkan kepala Aleta di bahunya. Alvaro bisa menebak apa yang sedang Aleta pikirkan. "Gak perlu mikirin orang lain. Ada gue yang bakal selalu ke sini buat jengukin lo dan jagain lo," jelas Alvaro.

Aleta tersenyum tipis. Alvaro selalu bisa membuatnya terharu dengan kata-katanya.

"Udah makan belum Ta? Pasti belum kan, lo mah susah banget sih disuruh makannya. Lo harus makan Ta biar lo cepat sembuh terus bisa pulang ke rumah. Kan gue senang kalau lo sembuh Ta."

"Yuk makan Ta, gue tadi beli chicken buat lo," ucap Alvaro.

Alvaro menyuapi Aleta. "Aaaa... Kapal bakal mendarat nih," ucap Alvaro sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Aleta tersenyum lalu dia ikut membuka mulutnya lebar.

Mereka berdua makan dengan lahap, sesekali Alvaro mengelap ujung bibir Aleta yang terdapat nasi. Alvaro senang bisa makan bersama Aleta dan menyuapinya.

🍁

Maaf baru update ♥

Semoga kalian suka ya ♥

Jangan lupa tinggalkan jejak ❤

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang