"Jaemin-ah"
"!!!" Jaemin terpaku mendengar namanya dipanggil oleh perempuan itu. Matanya bergetar. Perempuan itu menghampiri kami.
"Do you miss me?" tanya cewe itu sambil tersenyum lebar. Seakan ia adalah orang terbahagia di dunia yang kejam ini.
Jaemin masih terpaku. Tanpa kusadari ternyata Jaemin menangis.
"Hai, Jaemin-ah. Udah lama ya, nih aku bawain kopi kesukaan kamu" cewek itu memberikan cup kopi pada Jaemin. Sementara Jaemin masih diam.
"Ayo pergi dari sini Hana-ya" Jaemin menarik tanganku dan membawa ku menjauh dari sana.
Aku hanya diam, mencerna semua yang terjadi. Banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepala ini.
Jaemin berhenti, lalu ia duduk di bawah pohon. Pandangannya kosong, sesekali ia menarik nafas dan membuangnya kasar.
Aku mengerti Jaemin butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Makanya aku hanya diam duduk di sampingnya.
"Hana-ya" akhirnya Jaemin buka suara. Setelah satu jam diam.
Aku menoleh padanya.
"Aku takut" ucapnya.
"Kenapa Jaem?"
"Dia mau bunuh aku Naaa" kata Jaemin .
Aku terkejut.
"Dia Na Jiyeon, kakak kandung aku"
"Dari dulu dia pengen bunuh aku. Makanya aku lari ke sini"
"Tapi kenapa Jaem?" tanyaku.
"Dulu..."
Flashback
Keluarga Na termasuk keluarga terpandang di kotanya. Keluarga yang memiliki sepasang anak yang cantik dan tampan. Na Jiyeon dan Na Jaemin.
Na jiyeon adalah mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas bergengsi di negri ini. Sementara adiknya, Na jaemin baru menginjak bangku kelas 3 SMA.
Kehidupan keluarga ini bisa dinilai aman dan damai. Tetapi, semenjak Tuan Na selingkuh. Kehidupan keluarga itu kacau.
Jiyeon yang stress karena skripsi harus dihadapi dengan ujian hidup seberat ini. Jaemin yang masih remaja juga ikut terlibat dalam masalah ini.
Nyonya Na dan Tuan Na memutuskan untuk bercerai. Jaemin dan Jiyeon diasuh oleh ibu mereka. Lambat laun, kondisi ekonomi mereka semakin menipis. Hal ini mengharuskan nyonya Na atau sekarang menjadi nyonya Lee bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Berbagai pekerjaan telah ia lakoni untuk mencari uang.
Hingga saat itu tiba, seorang perempuan sosialita datang bersama anak gadisnya. Ia bermaksud untuk menjodohkan putrinya dengan jaemin yang kebetulan adalah teman sekelas putrinya itu.
Dengan diiming imingi kehidupan mewah, akhirnya nyonya Lee menerima tawaran itu.
Malamnya, nyonya Lee memberitahukan tawaran tadi siang kepada jaemin. Jaemin tak setuju dengan tawaran itu. Nyonya Lee marah besar, karena ia sudah terbutakan oleh iming iming kehidupan mewah yang dijanjikan ibu sosialita itu. Ia tak peduli apakah ia harus 'menjual' anak nya sekalipun.
Jaemin berontak, ia bersikukuh tidak ingin dijodohkan. Ia juga mengatakan kalau ia akan mencari pekerjaan selepas SMA ini dan membantu perekonomian mereka.
Tapi, nyonya Lee tidak peduli dengan usul jaemin yang menurutnya akan memakan waktu lama untuk mencapai kemewahan kembali. Ia lebih tertarik dengan kemewahan instan yang ditawarkan ibu sosialita.
Nyonya Lee yang marah, mengurung jaemin di dalam kamarnya. Dan malam itu, jaemin memutuskan untuk meninggalkan rumahnya.
Ia pergi lewat jendela, sebelum pergi, ia menulis surat perpisahan pada ibunya itu, bagaimanapun juga, nyonya Lee adalah ibu kandung jaemin.
Jaemin berjalan menyusuri malam. Tanpa arah dan tujuan pasti. Ia tak henti henti nya berpikir bagaimana bisa ibunya melakukan hal itu atas dasar harta. Jaemin yang lunglai akhirnya pingsan dan tergeletak di jalan.
.
.
.Jaemin terbangun, ia bingung, ia tak tahu di mana ia berada saat ini. Ruangan seperti kamar seseorang dan di sampingnya ada air hangat bekas kompresan.
Ceklek
Pintu kamar itu terbuka, menampilkan sosok pemuda bertubuh tinggi dan wajahnya mirip kelinci. Ia menghampiri jaemin yang masih terbaring di ranjangnya.
"Udah bangun?" tanyanya dingin.
Jaemin mengangguk lemah, lalu pemuda itu memberikan segelas air hangat pada jaemin.
"Diminum" ucapnya.
Jaemin minum air itu. Lalu ia menatap pemuda yang telah menolongnya itu.
"Makasih ya bang, udah nolongin saya" tutur jaemin.
Pemuda itu mengangguk.
"Nama saya jaemin, abang siapa?"
"Kim doyoung." jawab pemuda yang bernama doyoung itu.
"Makasih ya bang doyoung." sekali lagi jaemin berterima kasih.
"Bang, jaemin harus pergi. Sekali lagi makasih ya bang" jaemin hendak menggendong ranselnya tapi doyoung menepuk pundaknya dan bertanya.
"Emang kamu punya tujuan?" tanya doyoung.
Jaemin menggeleng pelan.
"Yaudah, kamu tinggal disini aja. " ucap doyoung santai. Lalu ia berlalu dari kamar itu.
"Eh? Bang doyoung!! Serius nih bang??!! " jaemin mengejar doyoung yang sudah keluar dari kamar.
Doyoung hanya mengangguk lalu senyum ke jaemin.
"Kamu istirahat aja, abang mau kerja dulu. Jaga rumah ya" ucap doyoung lalu ia pergi meninggalkan jaemin yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
Jaemin bingung, bisa bisanya ia ditampung oleh orang yang tak ia kenal. Tapi, jaemin bersyukur kini ia punya naungan sementara.
Sekolah jaemin masih berlanjut. Untungnya, ibu ataupun kakak jaemin tidak pernah mencarinya di sekolah. Jaemin akhirnya lulus SMA dan jaemin memutuskan untuk melanjutkan studi ke universitas di luar kotanya ini. Dengan tujuan untuk menghindari keluarganya dan juga jaemin ingin menghapus semua memorinya dan memulai lembaran baru di kota baru.
Sebelum ia pergi ke kota baru, ia pamit pada doyoung, orang yang berjasa di hidupnya itu. Doyoung tampak sedih melepas jaemin yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya itu. Namun, jaemin punya hak untuk menentukan arah hidupnya. Dan doyoung hanya bisa mendukung keputusan jaemin itu.
Jaemin sudah berada di kota baru. Baru saja jaemin mau mengistirahatkan badannya, ia mendapat pesan singkat yang ternyata dari kakak nya Na Jiyeon.
"Udah lama ya :)
Mama sekarang stress gara gara kamu :)
Itu kan yang kamu mau ?
Selamat jaemin, misi kamu berhasil :)
Sekarang gantian ya dek.
Kakak bakal bikin kamu menderita. Dimanapun kamu berada, aku bersumpah, aku bakal bunuh kamu :), bajingan :)"Jaemin langsung tersentak setelah membaca pesan itu. Karena tak mau terjadi sesuatu yang berbahaya, dan juga jaemin ingin melupakan semuanya, jaemin mengganti Nomor hp nya.
Keesokan harinya, jaemin mencari pekerjaan untuk membiayai kuliahnya sendiri, ia tak mau bergantung pada doyoung. Seharian jaemin mencari pekerjaan, tapi tak ada satupun yang mau menerimanya. Hingga sampailah jaemin di kedai kopi kecil yang membuka lowongam kerja. Kecintaan jaemin terhadap kopi pun memotivasinya untuk melamar pekerjaan itu.
Pas sekali, cafe itu sudah tutup
, tapi untungnya jaemin melihat karyawan dari cafe itu, langsung saja jaemin bertanya. Dan untungnya jaemin diterima di cafe unik itu. Disinilah hidup baru jaemin dimulai.Flashback off
Tbc euy :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee [Na Jaemin]✓
FanfictionWithout you, my latte feels like an espresso - Na Jaemin