ADT*37 {Untuk Apa?}

2.1K 105 3
                                    

"Saat kita mendoakan yang terbaik untuk seseorang, kita juga harus siap bahwa mungkin yang terbaik bukanlah kita. Bisa jadi orang lain."

--------------

"Aw-- pelan-pelan, Anisa."

Aku sudah melakukannya pelan-pelan. Dan sekarang aku harus melakukan sepelan apa lagi?

"Udah, Nis. Dia mah emang lebay, orang nggak sakit juga. Biasa lah caper dia itu," cecah orang yang sedang menyeruput minuman berwarna orange sambil bersandar di punggung kursi dengan santainya.

Tidak ada jawaban apapun dari Alvar.

"Tuh kan, dia nggak respon kata-kataku. Pasti tuh dia lagi ngerencanain sesuatu buat balas dendam nanti pas tinggal gue dan dia doang berdua," ocehnya lagi.

Aku baru tahu jika laki-laki seperti Irfan ini cerewet. Dari tadi ia berbicara terus. Baik itu tentang kehidupannya atau tentang kejelekkan Alvar.

"Kamu laki-laki juga cerewet, ya?" Karin yang disebelahku angkat suara.

Irfan menegakkan tubuhnya. "Kenapa saya cerewet? Karena itu keahlian saya, HAHAHA."

"Jangan meladeni dia, biarkan saja dia berbicara sendiri," Alvar yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.

"Oke," Karin langsung mengacungkan jempolnya.

"Oke," dan Irfan pun ikut mengacungkan jempol.

"Tuh kan, dia aneh," kata Alvar dengan raut wajah kesal.

Aku dan Karin hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua. Setidaknya dengan tertawa ini, aku dapat melupakan masalahku sejenak.

"Sudah selesai," kataku. "Kalau sudah sampai rumah kompres pakai es batu ya."

Alvar tersenyum. "Iya. Makasih banyak, Anisa."

"Sama-sama."

"EKHEM!"

Aku menoleh pada laki-laki yang sedang bersiul dengan tatapan tidak berfokus pada satu titik.

"Jangan begitu dong, kasihan nih yang jomblo~" ucapnya.

Alvar berdiri dan berjalan tertatih ke arah orang itu. Selanjutnya menjitak kepala orang itu dengan cukup kencang.

"Adohh!" Irfan mengaduh. Tangannya mengusap-usap kepalanya yang terasa berdenyut akibat jitakan keras dari Alvar. "Sakit~"

"Rasain itu, jomblo," ujar Karin sedikit berteriak sambil tertawa.

"Wahh jomblo ngatain jomblo," Irfan bangun dari duduknya, melangkah melewati Alvar dan berdiri di depan Karin. "Kalau begitu, kamu mau nggak jadi istri saya? Kan sama-sama jomblo tuh."

Karin tampak terkejut, namun kemudian ia kembali tertawa. "Maaf ya, bukan maksud untuk menolak. Tapi saya sudah punya pacar. Lebih baik kamu cari yang lain saja."

"Yahh, geus boga kabogoh 'nya?" Irfan memajukan bibir bawahnya dan bertingkah seperti anak kecil yang marah akibat tidak dibelikan balon oleh ibunya.

"Enya, Akang Irfan," balas Karin dengan bahasa yang sama juga.

Kami berempat tertawa akibat bahasa sunda yang tiba-tiba digunakan oleh Irfan dan Karin.

***

"Aku duluan, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku melambaikan tanganku pada Karin yang sedang berdiri di dekat sebuah tiang. Dan langkahku terhenti saat seseorang memanggil namaku.

Aku menolehkan kepalaku ke belakang. Tampak seorang laki-laki yang berjalan dengan kaki pincang sambil terus memasangkan senyum di wajahnya.

Aku dan Dia Ta'aruf?!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang