ADT*3 {Pertanyaan Aneh}

6K 269 5
                                    

Ps : untuk kalian yang belum baca chapter 2, udah aku publish ulang. Silakan baca^^

----------

"Percayalah, bersama Allah semuanya akan baik-baik saja. Dan selalu yakinlah akan hal itu."

---------

Dentingan antara sendok dan piring terus terdengar hingga menit kesepuluh. Sejenak pandangan aku dan Fatur bertemu, namun itu membuat aku yang sedang menenggak air langsung tersedak.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Fatur, tatapan dari keluargaku pun tak luput untuk tidak menatapku.

Aku menggeleng kaku sambil mengusap mulutku dengan ujung lengan gamis. "Anisa nggak apa-apa."

Lantas aku segera beranjak, menumpuk piring-piring kotor itu dan membawanya ke tempat cuci piring. Bunda sempat menyuruhku untuk menemani Fatur daripada mencuci piring ini, tetapi aku Anisa, si keras kepala yang tidak dapat dibantah. Lagipula jika aku berhadapan dengan laki-laki itu, pasti suasana canggung dan memuakkan langsung terasa.

Aku melirik tajam pada seseorang yang tengah cengengesan di balik meja pantry. Wajahnya yang bulat bertambah terlihat menyebalkan ketika ia mengeluarkan suara.

"Kak," panggilnya. Oh, menurutku suaranya saja sudah terdengar menyebalkan.

"Hm," balasku malas tanpa mengalihkan perhatianku pada piring-piring yang tinggal dibasuh oleh air mengalir.

Hanafi, adik perempuanku itu berdehem, tangannya sibuk merapikan lipatan-lipatan kusut di jilbab yang dipakainya. "Menurut kakak, Kak Fatur itu gimana?"

"Gimana apanya?" aku bertanya balik.

"Ck, ya, gimana? Sholeh-kah? Baik-kah? Atau ... ganteng?"

Aku membasuh tanganku yang terdapat sisa-sisa busah sabun dengan air, lantas segera menghadap sosok gadis yang sekarang sedang memasang senyum meledek.

"Kak Fatur kayaknya baik deh, Kak," ujarnya. "Tapi... um... g-ganteng juga sih --eh, tapi tenang aja, Hana nggak suka kok."

Aku mencubit pipinya. "Kamu ngomong apa sih, Hanafi?"

"Aku bakal seneng kalau kakak beneran nikah sama Kak Fatur."

"Ya ampun... ngerti apa kamu soal itu?" aku tertawa garing. "Kamu masih kecil, jangan ngomong kayak gitu."

"Gini-gini juga Hana udah suk-- eh, nggak, nggak jadi."

Mataku nenyipit, perlahan kedua sudut bibirku terangkat membentuk lengkungan senyuman lebar. "Belajar dulu yang bener. Awas loh kalau ketauan pacaran, nanti kakak bilangin Ayah."

"Ih, nggak! Siapa juga yang pacaran?" kilahnya.

Atensiku beralih pada sosok Bunda yang tengah berdiri lima meter di depanku. Ia melambaikan tangannya padaku, bermaksud untuk aku menghampirinya.

"Apa?" tanyaku ketus saat Hana mencegat lenganku.

Hana mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Kakak harus terima Kak Fatur."

Aku refleks menjauh setelah selesai mendengarnya mengatakan hal tak penting itu. Setelah itu kembali melangkah untuk menuju ke suara yang tadi memanggilku.

"Ada apa, Bun?"

Dua orang yang sedang serius mengobrol di ruang tamu itu menoleh padaku, memberikan senyuman kecil yang terlihat hangat.

Aku dan Dia Ta'aruf?!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang