ADT*39 {Jika Berkehendak}

2.4K 102 1
                                    

"Jangan menyerah saat do'a-do'amu belum terjawab. Jika kamu mampu bersabar, Allah mampu memberikan lebih dari apa yang kamu minta."

---------------

"Assalamualaikum."

Semua orang yang sedang berkumpul membentuk lingkaran di taman yang ada di tengah kota itu langsung menoleh ke arahku dengan serentak. Aku tersenyum canggung, lalu duduk di antara mereka.

"Waalaikumsalam."

Sekarang sedang diadakan konsep amal yang dilakukan oleh kelas kami, dan karena itu semuanya berkumpul disini untuk membicarakannya.

"Nah, udah kumpul semua, kan?" Fikri--ketua kelas, berdiri di tengah lingkaran orang ini sambil membawa setumpuk kertas di tangannya serta pulpen di saku bajunya.

"Oke, kita mulai, ya. Kita dari awal udah punya rencana sebelum kelulusan kita, yaitu ngadain kegiatan amal. Jadi kalau menurut gue sih kita buat makanan box gitu terus dibagi-bagiin sama anak jalanan, gimana? Kalau ada yang nggak setuju atau ada saran lain silakan aja bilang, nanti kita pertimbangin lagi," jelasnya.

"Fik," seorang perempuan dengan rambut hitam digerai panjang mengangkat tangannya bersama pulpen yang masih menyangkut di tangannya. "Gue setuju aja sama saran lo, tapi kira-kira kita ngeluarin uang berapa?"

Fikri tersenyum, menampakkan kerutan di kedua ujung matanya. "Oke oke, masalah keuangan mah gampang kayaknya. Yang penting kita mau buat apa dulu buat tema kita itu. Coba kasih saran dong~"

"Gimana kalau sama ngadain acara mengaji bersama atau boleh kalau ada yang mau sumbangin bacaan Al-Quran nya," laki-laki dengan rambut ikal itu menyarani.

Aku hanya diam memperhatikan dan menerima apa saja usulan dari mereka.

"Hm, boleh juga," Fikri mengelus dagunya. "Tapi siapa orang yang mau tadarus-an?"

"Anisa."

"Alvar."

Aku membulatkan mataku saat sebagian dari mereka menyebutkan nama Alvar dan namaku?

"Anisa, ya?" Fikri menatapku. "Tapi kayaknya nggak bisa deh."

"Loh, kenapa?" Sinta--perempuan dengan kacamata minus dan rambut yang dikuncir ekor kuda itu langsung menimpali.

"Nggak tahu," Fikri mengedikkan bahunya bersama dengan tawanya yang meledak.

"Nggak jelas!" sahutan kesal dari teman-teman di sekelilingnya mulai mendominasi.

Aku hanya tersenyum kecil melihat itu. Oh iya, aku belum melihat Karin hari ini. Apa dia tidak datang?

"Suci," aku menoel lengan perempuan di sebelah kiriku.

Suci menoleh. "Iya, Anisa, kenapa?" tanyanya.

"Lihat Karin?"

Suci menggeleng pelan. "Belum, hari ini aku juga belum lihat Karin. Kayaknya belum datang deh."

"Oh gitu, ya. Makasih, Suci."

"Iya."

Karin dimana? Biasanya setiap malam dia akan memberiku pesan, tetapi berbeda dengan tadi malam.

***

"Anisa."

Aku membalikkan badanku, mencari sumber suara itu. Orang yang memanggilku tersenyum sambil menepuk kursi yang terbuat dari semen itu. Aku melangkah kesana dengan membawa sebungkus roti dan sebotol air mineral di tanganku.

"Itu kaki kamu gimana?" tanyaku begitu sudah duduk di sebelahnya.

"Alhamdulillah, sudah lebih baik," katanya.

Aku dan Dia Ta'aruf?!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang