ADT*38 {Mungkin Bukan Pangeran-ku}

2.2K 118 0
                                    

"Jodoh itu ketentuan. Boleh jadi orang yang sudah lama kita kenal. Boleh jadi juga dengan orang yang tak pernah kita kenal. Tetapi, pastikan ia mengenal Allah."

--------------

"Anisa!" dan akhirnya tangan orang itu menarik pergelangan tanganku, membuatku menghentikan langkahku.

Aku menghela napasku sebelum berbalik menghadap orang yang membuatku menghentikan langkahku ini.

"Kenapa malah lari?" Tanyanya dengan sedikit kesal.

Aku berbalik, menghadap orang itu. "Maaf," dan aku hanya menjawab dengan kata itu.

Pandanganku beralih pada sekitar. Dan alhamdulillah, orang-orang tidak memperhatikan kami.

"Aku mau ngomong sama kamu," ucap orang itu lagi, tangannya masih memegang pergelangan tanganku.

"Disini aja."

"Disini banyak orang, aku mau ngomong sesuatu."

Aku hanya mengangguk. Kemudian orang itu membawaku kembali ke dalam gedung kampus dan mendudukkanku pada kursi kayu panjang yang ada di taman kampus.

Fatur masih berdiri di depanku. Perlahan tangannya melepas genggamannya pada tanganku. Aku diam, menunggu ia berbicara duluan.

"Maaf."

Aku mengadahkan kepalaku, menatap laki-laki itu yang tengah menundukkan kepalanya.

"Aku nggak tahu, maaf," katanya, lagi.

Entah mengapa, perasaanku tidak enak. "Maaf untuk apa?" tanyaku tak paham.

Fatur mengangkat kepalanya, ia menatapku. "Akhir-akhir ini kamu ngehindari aku, kamu kayak berusaha untuk nggak ketemu aku. Mungkin aku buat kesalahan disitu, aku minta maaf. Dan tolong kasih alasan kenapa kamu ngehindari aku?"

Aku harus jawab apa? Apa usahaku untuk menjauh sementara ini terlihat jelas di mata Fatur?

Fatur mengambil sebuah kursi plastik di dekat pohon, lalu mendudukkan tubuhnya pada kursi itu sembari menghadapku.

"A-aku nggak tahu ...," kataku dengan suara kecil sambil menundukkan kepalaku dan meremas-remas gamisku.

"Apa setelah ini kamu tetap akan menjauh lagi?"

Aku diam.

"A-aku ...," aku meneguk salivaku.

"Jangan takut, bilang aja," Fatur menaruh tangannya diatas tanganku. "Kalau ada yang lagi kamu sembunyiin, bilang aja sama aku."

Sabrina ingin membunuhku.

Apa aku harus bilang seperti itu?

"Sebenarnya," Fatur kembali bersuara.

Aku menatapnya. Ia tampak ragu untuk mengatakannya, tangannya ia remas-remas.

"Sebenarnya aku nggak suka lihat kamu sama laki-laki bernama Alvar itu. Aku cemburu? Ya, aku cemburu, Anisa," Fatur menatapku, dan aku hanya menundukkan kepalaku. "Aku ... aku nggak suka."

"Dia cuma temanku." Ah-- kapan kata-kata itu keluar dari mulutku?

"Aku dan dia hanya teman. Dia teman baikku, jadi kamu--" aku langsung menghentikan ucapanku.

"Laki-laki itu menyukaimu, Anisa."

Aku langsung mendongak. Aku terkejut dengan kata-katanya barusan. Mengapa Fatur bisa menyimpulkan itu sendiri?

"Dari tatapannya. Tatapan laki-laki itu ke kamu berbeda," suara Fatur mengecil. "Entahlah, sejak pertama kali aku melihat Alvar, aku sudah menduga kalau laki-laki itu suka padamu."

Aku dan Dia Ta'aruf?!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang