Usai mengajar Tahfidz, Aila melangkah melewati lorong-lorong menuju ruangan umi. Tadi umi menyuruhnya datang. Dia sendiri tidak tahu untuk apa. Begitu sampai di depan pintu berwarna cokelat, tangan Aila terangkat untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
Tok tok tok
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Umi."
Hening
Tok Tok tok
"Assalamualikum Umi. Ini Aila."
Tidak ada sahutan. Pintu terbuka sedikit, tidak kunci. Tapi rasanya tidak sopan langsung masuk. Baru Aila ingin mengetuk pintu kembali, terdengar sahutan lirih bersama kesakitan. Loh?
Aila mendorong pintu. Matanya membulat melihat umi terduduk di lantai dengan satu tangan memukul-mukul dadanya kiri. Aila berlari dengan cemas. "Umi, Ya Allah umi kenapa?" Umi mengadah. Wajahnya pucat pasi.
"Ambu-"
"Umiiii ...." Aila berjingkak kaget. Belum selesai Umi melanjutkan ucapannya, beliau sudah ambruk lebih dulu ke arahnya. Aila mengigit bibirnya, cemas bukan main. "Mi ... Mi ...."
"Ya Allah Aila harus apa?" tanyanya kalut.
Aila panik. Sangat panik. Sudah jam pulang. Di sini sudah sepi. "Umi tadi bilang apa Ambu- Ambulance." Aila segera mengambil ponselnya dalam sling bag. Jemarinya langsung menelusuri kontak. Namun sedetik kemudian, gerakkan jarinya terhenti.
"Ya Allah Aila nggak punya nomor ambulance atau Rumah Sakit."
Aila menatap Umi ingin menangis. Umi butuh pertolongan cepat. Siapa yang akan di hubunginnya?
Nizam?
Aila tidak punya nomor Nizam.
Kak Via? Iya kak Via. Segera Aila mencari nomor kakak iparnya. Tidak perlu menunggu lama, panggilannya diangkat.
"Assalamualaikum , Kak. Kak Ambulance. Suruh ambulance ke rumah tahfidz Umi. Cepat, Kak." Aila bicara satu kali tarikan nafas. Lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Membuat Via salah mengira kalau Aila kenapa-kenapa.
"Umi, Aila cari pertolongan dulu."
Aila meninggalkan umi sejenak. Berlari dengan kencang ke rumah penjaga tahfidz. Ustadzah dan ustadz Yusuf sudah pulang. Sepi. Hanya penjaga sekolah yang bisa di minta bantuannya.
Aila bersyukur, dia tengah karidor dia melihat penjaga rumah tahfidz. " Pak. Tunggu!" Pak Anton menghentikan langkahnya, lalu menoleh. Aila terengah-engah.
"Loh kenapa ustadzah?"
"Pak tunggu di depan ya. Nanti ada Ambulance suruh ke ruangan umi."
"Loh Ibu kepala kenapa Ustdazah?"
"Saya kurang tahu. Yang jelas umi pingsan. Terima kasih, Pak. Saya harus ke atas."
Setelah mendapat anggukan, Aila kembali berlari ke ruangan umi. Tak berselang lama, suara ambulance berbunyi. Aila bernafas lega. Beberapa menit kemudian, terdengar suara brankar ditarik bersama langkah kaki yang berlari cepat.
"Di sini."
Aila menoleh. Petugas datang. Aila segera membantu mengangkat Umi bersama petugas. Setelah selesai, mobil melaju kencang menuju rumah sakit. Aila tiada hentinya berdoa sambil memegangi tangan Umi. Sementara itu umi langsung diberi pertolongan pertama oleh petugas.
°•°•°•°•°•
Aila berlari mengikuti brankar yang didorong menuju UGD. Ia cemas saat petugas bilang jantung umi melemah. Langkah kakinya melebar seiring kecepatan brankar yang didorong semakin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumusalam Aila ✓
Spiritual[SAKUEL ASSALAMUALAIKUM NIZAM] "Bisa kita perbaiki ini dari awal?" Aila refleks menoleh cepat dengan mata terkejut. "Zam ...." "Aku ... aku mencintai kamu." Djuarr!! Tangis Aila pecah, hatinya ngilu. Terlambat Nizam, kenapa baru sekarang? Delapan ta...