Don't be silent readers please
Rasa itu fitrah. Tapi karena kamu terlalu mengharapkan hamb-Nya, Allah cemburu.
°•°•°•°•°
“Loh, Dek. Lo kenapa?”
Aila tersentak dan buru-buru menghapus air matanya. Adra mengambil duduk di sebelahnya dan menatapnya cemas. Kini Aila tengah duduk di balkon lantai atas. Jam telah menunjukkan pukul lima sore.
“Nggak apa-apa, Kak. Tadi Aila kelilipin.”
“Angin nggak kencang, Dek. Di sini nggak ada pasir. Jangan bohong. Lo kan udah tahu gimana dosa bohong. Apapun itu jangan menutupi dengan kebohongan.”
Aila terdiam, menunduk. “Maaf, Kak.”
“Coba cerita ada apa?”
Aila mengeleng. “Nggak apa-apaz Kak,” lirihnya.
Tes
Aila terisak. Mulutnya tidak bisa selaras dengan perasaan yang kian menjerit sedih. Perasaan yang sakit oleh luka. Perasaan yang ditinggal janji tanpa ditepati. Perasaan ditinggalkan dan dilupakan begitu saja.
“Masalah Nizam ya?”
Isak Aila kian menjadi. Adra membawanya ke dalam pelukan. Membuat Aila kini bebas menumpahkan tangisnya. Tidak ada tempatnya bercerita. Dia perlu seseorang yang mendengarkan. Apa dia bisa bercerita pada sang kakak?
“Penyebab nggak wanti-wanti sama perasaan seperti ini. Perasaan itu akan berkembang dan tambah banyak. Apalagi kalau kita udah meletakkan harapan penuh pada seseorang. Di saat harapan itu nggak jadi kenyataan, sakitnya bakal nyiksa. La, kamu terlalu mengharapkannya. Ini yang membuat kamu semakin terluka saat kenyataan menyapu pupus harapan itu.”
“Ai-Aila u-dah terlanjur semenjak SMA, Ka-k. Ai-la gak ta-hu ha-rus gi-mana. Sebelum pesantren, Nizzam, Nizam janji sama Aila, dia ... bakal da-tang.”
“Rasa itu fitrah. Tapi karena kamu terlalu mengharapkan hamba-Nya, Allah cemburu. Seharusnya kepada-Nya kamu berharap. Allah SWT memberikan ini dengan hikmah jangan terlalu berharap pada manusia.”
Aila terisak. Apa benar dia terlalu mengharapkan Nizam hingga Allah SWT menghukumnya dengan ini? Allah Aila minta maaf, kecewa itu menyakitkan. Jika saja dulu hamba tak terlalu berharap pada hamba Mu, mungkin sakitnya tidak akan segini.
“Apa yang harus Aila lakuin, Kak?” Aila melepas pelukan Adra. Menatap Adra dengan mata berair.
Adra tersenyum lembut. “Cukup serahkan sama Allah SWT.”
Aila mengangguk, menghapus air matanya. “Makasih, Kak. Padahal Aila sering bilang itu sama orang lain. Tapi malah Aila sendiri yang terlalu berharap pada manusia.”
“Nah gitu dong. “ Adra mengusap lembut kepala sang adik. “Jangan sedih lagi, Kakak risih liat orang jelek tiap saat.”
“Kak Adra ih!!”
Adra tertawa, Aila mengerucutkan bibirnya kesal dan membuang muka. Perhatiannya kini kembali teralih pada langit sore. Adra juga melakukan hal yang sama. Menatap langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumusalam Aila ✓
Spiritüel[SAKUEL ASSALAMUALAIKUM NIZAM] "Bisa kita perbaiki ini dari awal?" Aila refleks menoleh cepat dengan mata terkejut. "Zam ...." "Aku ... aku mencintai kamu." Djuarr!! Tangis Aila pecah, hatinya ngilu. Terlambat Nizam, kenapa baru sekarang? Delapan ta...