Tangis keras menggelegar dikediaman rumahnya. Berkali-kali Ibu satu anak itu menenangkan putranya. Memeluknya dan mengusap lembut air matanya.
"Abi ...."
Yusuf masih setia menangis. Beberapa menit lalu Abinya baru saja pergi tanpa bilang padanya. Membuatnya mencari Abi waktu bangun tidur dan langsung menangis begitu tidak melihat Abinya..
Sebenarnya Rifqi sudah mau bilang. Berhubung waktu masih menunjukkan pukul lima dini hari, ia merasa tidak tega membangunkan tidur putranya. Jadilah dia hanya sempat mencium putranya sebelum pergi.
Yusuf, tipe anak mereka yang harus pamit jika pergi. Terutama jika Abinya pergi. Kalau tidak bilang, putranya akan menangis lalu ngambek.
"Abi kan nanti malam pulang."
"Engga au."
Aila menghela nafas. Kini jam menunjukkan Pukul 07 pagi. Dipeluknya erat tubuh mungil putranya menenangkan.
"Main sama Umi ya?" Ia tersenyum lembut, menatap lembut mata yang telah basah oleh air mata. Yusuf mengeleng.
"Mau Abi ...."
Aila memutar otak. Lalu memilih mengambil androidnya yang berada di atas meja. Segera dicarinya nomor sang suami.
"Umi telfon Abi ya, Sayang."
Anggukan kecil membuatnya tersenyum. Yusuf menatapnya yang kini menempelkan benda canggih itu ke telinga kiri.
"Gak boleh nangis lagi ya."
Bukannya mengangguk, anak kecil itu menggeleng. "Abi ...," ucapnya sesenggukan dengan bibir maju beberapa senti.
"Assalamualaikum Umi?"
Salam dari sebrang membuatnya meloadspeaker dan meletakkan android di tengah, biar Yusuf bisa mendengar.
"Wa'alaikumsalam-"
"Abiii ...," tangis Yusuf menjadi.
"Anaknya nangis ini, Abi gak pamit," ceritanya. Aila mengusap lembut air mata yang masih setia turun itu.
"Yusuf sayang, maafin Abi ya? Yusuf kan bobok, Abi gak tega bangunin."
"Abi ulang," pintanya manja. Masih dengan tangis keras khas anak kecil.
"Iya Abi pulang, nanti sore atau malam ya, Nak. Abi baru jalan sayang."
"Abi ...."
"Putra Abi katanya mau kayak Abi. Gak boleh nangis ya. Yusuf kan hebat. Nanti Abi bawain mobil-mobilan mau, Nak?"
Dengar kata mobil membuat tangisnya berhenti. "Auu Abiii," teriaknya bahagia. Aila tersenyum seraya mencium gemas pipi gembul Yusuf.
"Anak Umi," gemasnya.
Rifqi disebrang sana terkekeh. "Ya udah Abi matikan ya, Abi lagi nyetir."
Yusuf mengangguk. Padahal Abinya tidak bisa melihat.
"Hati-hati ya, Abi. Bawain Umi makanan juga." Aila tertawa kecil. "Umi pengen martabak Mesir."
"Siap, Sayang. Kalau perlu segera Mas bawakan segerobak buat kamu."
"Ih Mas. Jangan juga dong."
Kekehan disebrang kembali terdengar. Setelah mengucap salam, panggilan pun diakhiri.
"Sekarang putra Umi paling ganteng mandi, ya?"
Yusuf mengangguk.
••••
Dia tanpak sibuk dengan mobil barunya yang dibawa sang Abi setengah jam lalu. Panggilan Abinya daritadi bahkan tidak digubris. Terlalu sibuk.
Rifqi yang baru selesai mandi mengambil duduk di sofa televisi, ia memperhatikan sejenak putranya seraya mengambil remote.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumusalam Aila ✓
Spiritual[SAKUEL ASSALAMUALAIKUM NIZAM] "Bisa kita perbaiki ini dari awal?" Aila refleks menoleh cepat dengan mata terkejut. "Zam ...." "Aku ... aku mencintai kamu." Djuarr!! Tangis Aila pecah, hatinya ngilu. Terlambat Nizam, kenapa baru sekarang? Delapan ta...