#Part 5 Jawaban

12K 1.2K 33
                                    

“Aila ....”

Panggilan lembut dari sampingnya membuat Aila menoleh. Ariana tersenyum. “Rifqi menunggu jawabanmu, Nak.”

Perhatiannya kembali beralih pada Rifqi. “Aila ... boleh kasih Aila waktu? Aila perlu sholat istikharah dan menyakinkan diri.”

Rifqi terlihat kecewa. Aila merasa bersalah. Tapi, dia tidak bisa memaksakan dirinya. Aila benar-benar butuh waktu. Ini semua benar-benar rumit. Dia perlu cerita pada Allah. Dia perlu jawaban Allah SWT. Aila hanya takut dia salah pilihan.

“Afwan.” Aila menunduk. Melihat wajah kecewa itu membuat rasa bersalahnya hanya akan menjadi.

“Tidak apa-apa. Saya akan menunggu jawaban kamu apapun itu.” Rifqi tersenyum. Aila tahu itu senyum apa. Bukan senyum baik-baik saja.

“Baik, Nak Aila. Jika kamu sudah punya jawaban, kami akan kembali. Jangan-jangan lama ya, Nak, tidak baik lama dalam menjawab khitbah seseorang.”

“Iya Kyai.”

“Ali, kalau begitu kami pulang dulu.”

“Menginap saja Ahmad. Ini sudah malam. Kamu nanti tidur di mana? Pulang malam-malam begini langsung tidak baik. Kalian pasti capek dari pensantren berjam-jam.”

“Benar, tidur di sini saja. Kalian kelelahan. Masih ada kamar yang kosong kak Ahmad, Aisyah. Nak Rifqi bisa tidur di kamar Adra,” ucap Ariana.

Akhirnya setelah bernegosiasi, kyai dan Umi berserta Rifqi untuk malam ini menginap dan berangkat besok pagi. Aila izin ke kamarnya setelah Ali menyuruhnya mengambil Wudhu karena dua keluarga itu akan melaksanakan sholat isya berjamaah.

Aila menghempas badannya di atas kasur dan menghela nafas. Bukan tidak suka keluarga ustadz Rifqi di sana tapi dia benar-benar merasa canggung apalagi malu. Ada Rifqi nanti sampai besok pagi. Masalahnya dia belum memberikan jawaban pasti dan menggantung.

Ya Allah ....

Teringat sebentar lagi masuk waktu isya, Aila segera mengambil wudhu. Aila tersenyum dan segera mengambil mukena putihnya lalu memakainya, tidak lupa juga kaus kaki. Sekarang ada orang lain di rumahnya dan dia harus hati-hati.

Setelah mengucapkan bismillah, kakinya melangkah turun ke bawah. Yang lain juga tampak telah siap dengan pakaian sholatnya. Aila berjalan menunduk di belakang, ikut berjalan menuju ruang sholat rumahnya yang ada di sebelah ruang tamu.

Tepat saat mereka memasuki mushola kecil rumahnya, suara azan terdengar sayup-sayup dari Mesjid. Adra langsung mengambil Azan, iqomah oleh Ustdaz Rifqi. Lalu mereka melaksanakan sholat sunah dan sholat isya yang dipimpin Rifqi.

“Bismillahirrahmanirrahim... Alhamdulillaahirabilaalamiin... Ar-rohmanirahhiim... Maalikiyaumiddin...”

Usai melaksanakan sholat, dua keluarga kembali berkumpul kembali di sofa. Sekedar berbicara tentang pekerjaan dan hal yang tidak dimengerti Aila. Sebelum bergabung, Aila beranjak menuju dapur untuk menyiapkan cemilan dan minuman.
Ia  mencoba menahan jantungnya yang berdebar tidak karuan. Setelah mengucapkan bismillah, dia kembali menunduk membawa nampan.

Sadar semua pasang mata kini hanya fokus padanya membuatnya berusaha mengabaikan dan tersenyum.

“Diminum Kyai, Umi, Ustadz, Ayah, Bun, Kak Adra ....” Aila bangun dari duduknya dengan nampan dalam pelukan. Ia tersenyum. Lalu berniat balik ke belakang.

“Aila sini aja, Nak.”

“Iya Umi. Sebentar, Aila mau ambil kue dulu di belakang.”

Umi tersenyum. Mempersilahkannya. Aila segera meleset ke belakang dan bernafas lega. Jika boleh dia ingin mengurung diri di kamar dari pada ketemu ustdz Rifqi dan umi, kyai lebih lama. Entahlah, dia hanya merasa bersalah karena menggantung.

Setelah menyiapkan dua kue di wadah, Aila kembali ke ruang tamu setelah mengucapkan lagi bismilah. Menata dua kue itu di atas meja, Aila setelahnya ikut duduk di sebelah Ariana dalam canggung.

Mendengarkan dan mendengarkan sambil menunduk. Hanya itu yang dapat di lakukannya. Hingga jam menunjukkan pukul 9 malam lewat kedua keluarga itu masih terlibat obrolan seru. Aila yang hanya diam menjadi terkantuk-kantuk.
Jujur. Dia ingin ke kamar. Matanya terasa berat. Tapi, terlihat tidak pantas rasanya meninggalkan tamu begitu saja. Aila berusaha memutar otaknya. Kamar tamu. Ya kamar tamu harus dibersihkan. Senyum Aila terbit. Gadis itu memanggil sang Bunda.

“Kenapa?” bisik Ariana.

“Aila izin ya.” Aila balas berbisik.

“Loh?”

“Kamar tamu pasti berdebu, Bun. Udah lama nggak dipakai. Aila mau bersihin.”

“Bilang dulu ya sama yang lain.”

Aila ingin menangis. Dia padahal niat menghindar. Dengan berat hati gadis itu mengangguk dari pada terlalu lama di sana. Aila bangkit berdiri, membuat perhatian teralih padanya.

“Aila izin pamit bersihin kamar tamu.”

Setelah diperbolehkan, Aila benar-benar pergi ke kamar tamu yang ada di lantai bawah. Dia bernafas lega setelah merapikan kembali kasurnya, kamar mandi hingga menyapu lantai dan membasmi semua debu yang menempel. Diliriknya jam yang telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Segera, Aila keluar karena tahu sebentar lagi kamar itu akan dipakai.

“Umi?” Aila tersenyum saat umi dan kyai diantar bunda ke sini. Setelah izin, Aila pamit ke kamarnya.

Sebelum benar-benar ke kamar, Aila berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Membersihkan kamar membuatnya jadi kehausan. Aila mengambil gelas di rak lalu mengisi air dari dispenser. Begitu membalik badan, dia kaget melihat keberadaan Rifqi di depannya.

Astaghfirullah ....” Segera Aila menunduk. “Ca-cari apa?”

“Afwan, saya tadi mau membuang sampah. Tapi saya bingung di mana tempatnya.”

Aila menunjuk tempat sampah dekat pintu dapur di ujung. “Di sana ustadz.” Rifqi menjauh, setelah mengucapkan terima kasih dia segera meninggalkan dapur. Aila menghela nafas lega. Duduk di kursi makan dan meneguk airnya hingga habis. Setelah mencuci kembali gelasnya tadi, ia kembali ke kamar.

Aila menghentukan langkah saat Rifqi berdiri bingung karena ada dua pintu kamar. “Ustadz, kamar kak Adra di ujung sana. Itu kamar Ana.” Rifqi menoleh, Aila langsung mengalihkan pandangannya.

“Oh iya. Syukron.”

Aila mengangguk. Langsung meleset menuju kamar. Namun, karena lupa pintunya belum dibuka membuat kepalanya terbentur. Aila meringis. Mengusap dahinya sambil mengutuk dirinya sendiri. Memalukan Aila. Semakin malu saat terdengar kekehan dari Rifqi. Cepat-cepat Aila membuka pintu dan menguncinya lalu menutupnya cepat.

Malu sudah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


9 Agustus 2019

Wa'alaikumusalam Aila ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang