#Part 21 Nasihat Raihan

9.6K 942 24
                                    

"Karena tidak semua yang kau cinta dalam hatinya tertulis namamu, tidak semua yang kamu perlakukan baik akan membalas budimu."

=Imam Syafi'i=

°•°•°•

"Telat lima menit Pak CEO," sindir Nizam.

Raihan nyengir. Menarik kursi dan duduk dihadapan Nizam. "Maaf Pak Dokter, ada berkas yang perlu ditanda tangani."

Nizam mengangguk, tanpa berlama-lama karena dia juga dikejar waktu. Nizam menyodorkan sebuah undangan pada Raihan. "Lo datang."

Raihan terbelalak. "Undangan?" tanyanya tak percaya. Tanpa ada angin tiba-tiba Nizam memberinya undangan pernikahan. Benar-benar membuatnya tak menduga. Raihan membaca nama pengantin wanita yang membuatnya seketika terbelalak.

Nizam Alfaiq Ikram
&
Aila Az-Zahra

"Lo nikah sama Aila? Kok bisa?"

"Udah garis takdir gimana lagi." Raihan mencibir. Nizam terkekeh. "Gue nggak bisa lama-lama. Dan ini." Nizam memberikan paper bag berisi seratus undangan, "Berhubung gue nggak ingat apa-apa di sini. Tolong bantu sebar ke orang yang gue kenal. Kalau kurang tinggal calling gue aja."

"Tunggu. Lo nikahin Aila emang lo udah ingat?"

"Gue emang nggak ingat apapun tentang masa lalu. Tapi gue tahu gue udah janji buat lamar dia. Di sana gue tahu kalau dulu gue ... ada rasa sama Aila."

"Emang." Raihan mencibir, "lo orang tergalau saat Aila jauhin lo dan orang yang paling panas saat tahu Aila pacaran."

Kedua alis Nizam tertaut. "Gue nggak ingat."

"Iyalah kan lo lupa ingatan."

"Gue jadi penasaran sama kisah gue dulu." Nizam mengusap wajahnya frustasi.

Raihan menatap iba. "Yang pasti gue tahu lo nbgak bakal nyesal sama keputusan ini andai ingatan lo kembali."

Nizam mendongak, mengangguk. "Tapi Rai." Nizam terlihat ragu ingin bercerita. Raihan memang terasa asing tapi masalah cerita rasanya dia merasa tak asing pada Raihan. Sedetik kemudian helaan nafas keluar dari bibirnya. Sebelah alis Raihan terangkat.

"Di Kairo gue kenal seseorang dan ..." Nizam menatap lama Raihan yang menunggu dengan sabar. Di pancaran matanya jelas terlihat kekhawatiran. "Gue pernah janji buat khitbah dia."

"Apa?!" Raihan membelalak kaget.

"Zam! Lo sama aja mempermainkan perasaan dua wanita." Raihan menatap Nizam tak habis pikir. Yang ditatap menghela nafas gusar.

"Gue nggak tau gue pernah janji sama Aila, di sana gue kenal dia dan ...." Nizam mengedikkan bahunya. Seolah memberitahu Raihan apa yang terjadi selanjutnya. Gadis cantik dengan senyum manis dan kesholehannya. Mampu membuat Nizam terpikat kala pertama kali bertemu. Saat itu gadis itu tengah melantunkan Al-Qur'an dengan merdu di depan anak-anak penderita kanker. Lantunan yang merambat pada hatinya hingga tercipta getaran aneh.

"Lo lupa ingatan. Gimana dengan hati lo Zam. Yang lo cinta gadis itu apa Aila? Calon istri lo."

Nizam bergeming kaku. Mulutnya seolah kelu. Nizam menatap Raihan dengan pandangan yang sulit diartikan. Saat itu juga Raihan tersenyum sinis. Laki-laki itu memperbaiki duduknya hingga bersandar.

"Lo cinta gadis itu."

Nizam menegang. Ya. Tidak bisa ditampik, Nizam memang mencintai gadis Indonesia yang dikenalnya di Kairo saat itu. Gadis yang juga mengambil jurusan kedokteran dan satu fakultas dengannya. Gadis yang sering kali dilihatnya berkeliaran di sekitar kampus yang mampu membuat hatinya kian berdesir hangat.

Wa'alaikumusalam Aila ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang