#Part 26 Keputusan Aila

11.2K 1.2K 95
                                    

Luka, terima kasih telah membuat jiwa yang berharap kini sadar. Tenyata, ada hal yang tak bisa kita kendalikan. Termasuk perasaan seseorang.

°•°•°•°•

Usai murojoah hafalannya, Aila menyimpan Al-qurannya di atas nakas. Lalu gadis itu beralih melirik ponselnya yang dari tadi terus berbunyi. Banyak notif masuk dari semua teman-temannya.

Sejak tiga hari yang lalu, Aila sungguh tak kuasa untuk membaca pesan ucapan selamat padanya. Mereka sudah tahu akan pernikahannnya yang semakin dekat ini, tapi mereka juga tidak tahu kalau pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.

Aila menghela nafas panjang. Jemarinya menscroll semua pesan yang masuk tersebut seiring genangan air mata yang kembali menumpuk di kelopak matanya. Pesan mereka, yang seharusnya membuatnya melengkungkan senyuman malah berganti mejadi kesesakan yang menyiksa.

Assalamualaikum?”

Buru-buru  Aila menyimpan ponselnya dan mendongak.  Adra datang bersama  Ali dan Ariana dengan senyum bahagia. Berbalik dengan Aila yang tiba-tiba menegang.

“Wa’alaikumsalam … Ayah Bunda, Alhamdulillah udah sampai, pas banget Via baru selesai buat brownies.”

Via ya g baru muncul dari pintu dapur menyambut hangat Ali dan Ariana. Setelah bersalaman, lantas Via izin ke belakang lagi untuk mengambil brownis.

Ayah Bunda … mereka sangat bahagia.

“Aila? Nggak kengen sama Ayah nih?”

Aila tersentak. Mengangguk dan langsung berdiri memeluk Ali yang kini merentangkan  tangannnya. “Ayah .…”

“Aila baik-baik aja kan di rumah?”

Nggak yah, hati Aila lagi terluka.

Lain di hati, lain juga yang kini terucap dari bibirnya. Aila mengangguk, mengulas senyum yang tak nampak oleh mereka. Senyum kesedihan. “Aila … baik,” ucapnya tercekat.

Ali tersenyum, mengusap lembut kepala Aila yang tertutupi jilbab. “Aila tahu, besok pagi, semua keluarga kita bakal datang! Mereka bahagia banget Nak nunggu pernikahan kamu.”

Refleks Aila melepaskan pelukan Ali. Aila mematung. Kedua bola matanya menatap Ali, Ariana dan Adra bergantian yang tengah tersenyum lebar. Melihat betapa bahagianya mereka, betapa antusiasnya keluarganya, membuat hatinya kembali sesak.

Jika mereka tahu ....

“Loh, anak Bunda kenapa?”

“Ayah, Bunda …,” panggilnya tercekat. Matanya mengabur oleh air mata yang mendesak keluar.
Mata yang jelas mengatakan keterlukaan itu kini meluncurkan cairan beningnya. Suasana yang tadi bahagia kini mendadak mencekam. Bahkan Via  yang datang membawa brownies hanya dapat berdiri di samping Adra. Terdiam memperhatikan Aila yang kini menangis seperti tadi pagi.

“Aila …” Ariana  maju, diusapnya lembut cairan hangat yang menyeruak keluar itu. “Aila kenapa Nak?”

“Bun, rasanya sakit ….”

“Apa yang sakit, Aila?”

“Aila nggak kuat.” Aila terisak keras. Bahunya berguncang hebat dan untuk kedua kalianya Adra dan Via kembali melihat sisi rapuh Aila seperti tadi pagi.

“Cerita sama Bunda, Nak. Anak Bunda kenapa?”

Aila memeluk Ariana erat. Tangisnya kian menjadi. Tangisan pilu yang membuat orang yang melihat seakan merasakan kepedihan yang gadis itu rasakan. “Aila mau ke Kairo. Aila mau pergi. Aila mohon .…”

Wa'alaikumusalam Aila ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang