#Part 40 Permintaan Aisya

13.1K 1.2K 50
                                    

Hanya soal waktu
Kita akan mengerti, hikmah dari semua hal yang tak sesuai keinginan diri

Hanya soal waktu
Kita akan memahami dan mengikhlaskan apa yang telah terjadi

-Waalaikumsalam Aila-

°°°°

Malam sebelum akad, Aila duduk di depan meja riasnya dengan secarcik kertas yang telah lapuk dimakan usia. Buliran bening mengalir turun membasahi dua pipi mulusnya. Aila menggigit bibirnya dengan isak tertahan.

Di tangannya surat itu berada, surat janji lama Nizam. Surat dari delapan tahun lalu masih tersimpan rapi walau sempat berada di tangan Nizam. Aila mendongak, menatap langit malam dari balik jendela kamarnya.

Pikirannya menerawang, hatinya penuh tanda tanya pada sang Rab. Kenapa Engkau berikan aku cobaan seberat ini. Di saat kusudah mencoba menata hati, saat dia telah pergi dengan luka, kini dia balik lagi dengan luka. Kenapa di saat semuanya terlambat?

"Dek, apapun yang Nizam katakan, jangan dengarkan. Fokus pada pernikahan kamu, fokus pada calon suami kamu. Abaikan Nizam."

Itulah pesan Adra. Mengabaikan Nizam. Tidak mudah. Andai dia bisa mengatur hatinya. Aila akan dengan senang hati memerintah dia untuk seutuhnya milik Rifqi. Tapi, semuanya di luar kendali.

Drttttrrt

Getaran ponselnya mengalihkan pikirannya, Aila menghapus air matanya dan segera melihat satu pesan masuk dari nomor tak dikenal. Jemari Aila menyentuh pelan pesan tersebut dan jantungnya berdebar kencang ketika membaca kalimat awal pesan tersebut.

085234561111

[Bismillah]
[Assalamualaikum Aila, ini Aisya. Aku istrinya Nizam. Maaf mengganggu waktu kamu, sebentar saja, aku ingin berbicara dengan kamu di Kafe Leusyia. Ada yang harus kita bicarakan. Please, aku tunggu kamu sekarang sampai kamu datang. Aku gak akan pulang sampai kamu ke sini. Aku tunggu ya. Maaf sedikit memaksa.]

Bibir pink itu menghela nafas panjang. Lama, Aila hanya menatap pesan tersebut seraya memikirkan banyak hal.

Aila meletakkan kembali ponsel itu ditempatnya, matanya menatap sejenak layar yang masih menampilkan pesan Aisya. Cukup lama hingga dia memutuskan beranjak dari sana, benar -benar mengabaikan pesan tersebut.

Tapi, hati nuraninya tidak tega. Bila saja dia berada di posisi Aisya, menunggu seseorang yang tidak jelas kedatangannya. Jika dia sendiri tahu menunggu tapi tidak berujung temu itu benar-benar menyakitkan. Seharusnya dia tidak membuat orang menunggu, 'kan?

Akhirnya, Aila memutuskan menemui Aisya. Setelah izin dengan alasan handsock dan cadar yang ingin dipakainya besok ke bawa Revita, Aila ditemani pak Aron segera meluncur ke Kafe Leusyia.

Sepanjang jalan Aila mengucap istighfar karena berbohong, ia, hanya saja tidak mau keluarga melarangnya hingga Aisya harus menunggu entah sampai jam berapa.

Sesampainya di Kafe Leusyia, Aila membuka pintu diiringi bunyi lonceng yang membuat semua mata menatap ke arahnya, termasuk pemilik sepasang mata yang didekat dinding samping yang kini tersenyum dengan tangan melambai.

"Assalamualaikum."

Aila menarik bangku dan duduk dihadapan Aisya, istri dari Nizam. Dari tadi jantungnya masih saja berdebar, pikirannya masih menebak. Kira-kira apa pembahasan dari Aisya malam ini sehingga memaksanya bertemu.

"Wa'alaikumsalam. Mau makan dulu?"

Aila menggeleng dan tersenyum kecil. "Maaf, aku tidak bisa lama-lama, jadi ada apa? "

Wa'alaikumusalam Aila ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang