Rasanya sakit. Kamu melanggar janji. Kamu mematah harap. Kamu sengaja datang lalu pergi dengan luka. Kamu untuk kesekian kalinya mencipta tangis. Kamu ... kamu tega menyakiti hati yang selalu menunggu.
°•°•°•°
Nizam Al-faiq Ikram
[Assalamualaikum wr wb Aila. Bisa kita ketemu? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Aku tunggu kamu jam lima ini di Kafe pertama kali kita bertemu setelah aku datang ke Indonesia]
“Nizam ada perlu apa ya?”
Aila terdiam sejenak. Pesan itu di kirim Nizam pukul empat lewat lima menit. Buru-buru Aila menatap jam kamarnya teringat sekarang pukul lima lewat. Mata Aila membulat sempurna, Nizam pasti sudah menunggunya dari tadi.
Dengan buru-buru, Aila mandi secepat kilat dan segera berganti baju. Setelahnya, Aila berlari keluar rumah setelah menyambar asal Sling bag dan memasukkan dompetnya. Beruntung ada Taxi yang lewat tepat di depan rumahnya.
“Loh non mau ke mana?”
Aila yang mau masuk ke dalam mobil menghentikan pergerakannya. Dia menoleh. Pak Aron menatapnya heran. Padahal ada mobil, tapi karena akan lama menunggu Pak Aron mengeluarkan mobil Aila memilih taxi biar cepat.
“Aila bentar kok Pak. Aila pamit ya. Assalamualaikum.” Aila duduk di dalam mobil. Setelah memberi tahu tujuannya, taxi pun melaju meninggalkan area rumahny dan Aila baru ingat dia meninggalkan ponselnya. Aila menghela nafas.
Lima belas menit perjalanan, taxi berhenti di depan Kafe. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Aila segera turun dan masuk dengan langkah terburu. Telat setengah jam lebih. Apa Nizam masih menunggunya?Terdengar bunyi lonceng begitu Aila membuka pintu Kafe. Pandangannya mengedar ke segala penjuru ruangan dan Aila baru bisa tersenyum melihat Nizam di ujung kafe paling dalam duduk membelakanginya dengan jas dokter kebanggaannya.
Sebelum melangkah mendekat, Aila mengirup nafas panjang terlebih dahulu dan menghembuskannya dengan perlahan.
Aila juga berusaha mengontrol jantungnya yang tiba-tiba berdebar. Setelah yakin, dengan langkah mantap, kakinya melangkah menuju meja di mana Nizam duduk.
“Assalamualaikum Nizam.”
Nizam menoleh. Menjawab salam dan mempersilakannya duduk. Ada yang berbeda dari Nizam, wajahnya datar. Tidak ada senyum manis yang akhir-akhir ini diberikan untuknya. Auranya pun tak hangat, namun ada auara dingin yang Aila rasakan.
Aila mengigit bibir bagian bawahnya seraya duduk di kursi hadapan Nizam. Firasatnya tiba-tiba tak enak. Wajah Nizam kali ini cukup menjelaskan kalau pembicaraan mereka sore ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
“Maaf terlambat. Aku baru baca pesan kamu.” Aila melihat Nizam mengangguk. Setelahnya Aila segera menunduk. Pandangannya kini beralih pada meja di depannya yang kosong dengan pikiran yang penuh tanya. Kira-kira apa yang akan Nizam bicarakan?
“Mau makan?”
“Minum aja. Chocholatos.”
Tak berselang lama. Aila mendengar Nizam memangil pelayan Kafe. Setelah memesan minum untuknya suasana kembali hening. Walaupun kini Aila menunduk, dia bisa merasakan Nizam terus menatap ke arahnya.
Berkali-kali Aila mengucap doa dalam hati. Semoga pembicaraan sore ini bukan pembicaraan menegangkan, tak enak atau apalah namanya itu. Karena jujur Aila tak akan merasa sanggup. Semoga firasatnya salah.
Beberapa menit terlewati namun Nizam tak membuka suara. Hingga pesanan Aila datang pun Nizam tak membuka suara. Aila diam dengan pikiran gusar. Nizam yang belum membuka suara benar-benar mengusik hati dan pikirannya. Rasa penasaran sudah bersemayam lebih sejak tadi. Akhirnya, Aila membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumusalam Aila ✓
Espiritual[SAKUEL ASSALAMUALAIKUM NIZAM] "Bisa kita perbaiki ini dari awal?" Aila refleks menoleh cepat dengan mata terkejut. "Zam ...." "Aku ... aku mencintai kamu." Djuarr!! Tangis Aila pecah, hatinya ngilu. Terlambat Nizam, kenapa baru sekarang? Delapan ta...