Udara sejuk Indonesia langsung menyambutnya begitu laki-laki dengan postur tubuh tegap dengan wajah tampan itu mengginjakkan kakinya di bandara Soekarno Hatta. Kedua sudut bibirnya tertarik bersamaan dengan langkah kakinya yang kian melebar menuju pintu kepulangan. Indonesia, tanah kelahiran sekaligus tempat yang mengukir rasa cinta yang dari dulu tak pernah beranjak.
Akhirnya setelah mengurus bisnisnya di Jerman dan kini dia juga telah berhasil membuka perusahan di Indonesia, laki-laki kini merasa lega karena sepenuhnya perusahaan itu dia yang akan memimpin. Dengan begitu dia kembali bisa merajut kisah cinta yang selalu blur akan masa.
Plakk
Sebuah pukulan dahsyat dengan tas yang sudah dipastikan banyak peralatan make up itu kini mendarat manis di kepala bagian belakangnya. Laki-laki itu mengeram kesal dan segera berbalik badan.
Gadis itu pelakunya, gadis yang dari dulu suka memakai kekerasan itu menatapnya menantang. "Apa?!" tanyanya galak.
"Bisa nggak sih lo nggak mukul gue?"
"Siapa suruh ninggalin gue?!" Dian- gadis berusia 25 tahun dengan rambut terurai indah itu melipat tangannya dengan kesal.
Vano, laki-laki itu kini melongos malas. Matanya kemudian memperhatikan sekitar yang kini menjadikan mereka bahan tontonan gratis. "Ck."
Segera saja Vano mengambil kaca mata hitamnya yang dari tadi dibiarkannya tergantung di krah bagian depan, memakainya dan berlalu meninggalkan Dian begitu saja.
"Eh Van, lo ninggalin gue lagi!"
Vano tidak ambil pusing. Toh Dian juga akan mengejarnya seperti sekarang. Pagi ini dia harus cepat, rindu kian bergejolak hebat. Dari dalam pesawat tadi, raganya sudah tak sabar bertemu dia, sang pemilik hatinya.
"Silahkan Tuan."
Dengan gaya maskulin laki-laki itu melangkah mantap pada mobil hitam Ferrari F60 America yang kini sudah terparkir manis dihadapannya. Setelah menerima kunci mobilnya, Vano melajui mobil mewahnya setelah Dian duduk di sebelahnya.
"Lo beneran baru nyampe langsung ke sana?"
"You think?"
Dian mencibir, perhatiannya kini beralih pada pemandangan jalan kota Jakarta yang sudah lama rasanya tidak dinikmatinya. Bagian atas mobil yang dibiarkan terbuka itu membuat rambutnya kian gencar dimainkan angin. Namun begitu, Dian tak mempermasalahkannya. Kedua bibirnya melengkungkan senyuman manis dengan mata yang kini terpejam. Akhirnya setelah 9 tahun tidak pulang ke Indonesia, kini dia kembali.
"Tapi Van." Dian membuka matanya, menatap Vano yang kini menatap lurus ke depan dari balik kaca mata hitamnya.
"Gimana kalau Aila udah nikah?"
Cittt
"Gilaaa!!! Vanooo!"
Dian menjerit kesal begitu Vano rem mendadak di tengah jalan raya seperti ini. Untung di belakang mobil jauh, bisa-bisa terjadi tabrakan maha dahsyat di sini.
"Kalau gue mati gimana? Baru juga gue pulang ke Indonesia. Nikah juga belum."
Omelan Dian bagai tak terdengar, satu tangan Vano yang memegang setir menguat hingga urat-urat tangannya terlihat. Bagaimana jika Aila sudah menikah? Bahkan Vano tidak memikirkan ini. Yang jelas Aila, hanya untuknya. Selamanya.
Tiinn
"Oi Serigala!" Dian menatap tajam saat Vano kini menarik tuas kemudi dan menancap gas dengan kuat. Kini mobil mahal itu Meluncur dengan selipan lihainya di antara banyak mobil.
°•°•°•°
Di sisi lain di salah satu jalan raya kota Jakarta, sebuah mobil silver juga meleset dengan kecepatan sedang menuju Kafe yang akhir-akhir ini sering mereka kunjungi. Nizam yang kini duduk di kursi penumpang menatap kosong ke jalanan di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumusalam Aila ✓
Espiritual[SAKUEL ASSALAMUALAIKUM NIZAM] "Bisa kita perbaiki ini dari awal?" Aila refleks menoleh cepat dengan mata terkejut. "Zam ...." "Aku ... aku mencintai kamu." Djuarr!! Tangis Aila pecah, hatinya ngilu. Terlambat Nizam, kenapa baru sekarang? Delapan ta...