☁ | 08 • Luka atau Bahagia?

9.7K 1.8K 178
                                    

Aku cuma pengen kasih tau lagu yang sering aku dengerin pas bikin part ini:v play aja okeeeeey.

🐻

Now playing:: Yungblud — Die a Little

Just when life gets messed up
Just when you can't turn back
Somtimes, life gets like that
It's my addiction. []

🎡

🎡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ c r i t i c a l o v e ]

Karena terlalu sering mencecap luka, terkadang bahagia terasa sebagai hal yang fana. Padahal, setiap hari selalu ada doa-doa yang dipanjatkan. Bunyinya akan selalu sama: semoga, bahagia yang didamba lekas tuk ditemu walau harus menerjang berbagai luka hanya untuk merasakannya.

Suara pintu yang berderit terdengar pelan di malam yang mulai sepi. Padahal malam belum terlalu larut. Lampu-lampu rumah miliknya sudah dimatikan sebagian. Wajar, bukan hal aneh meski sekarang masih pukul 21.00 malam. Lelaki itu berjalan masuk dengan santai meski rasa was-was di dalam dirinya aktif.

Sebuah kantung kresek hitam ia letakkan di meja makan. Sepi dan sunyi. Mungkin saja Ibu sudah tidur dan ayahnya pergi entah ke mana.

"Revian?"

Lelaki itu memandang ke arah pintu yang menjadi sekat dapur dengan ruang tengah. Alisnya terangkat naik. Sesosok wanita yang berumur lima puluh tahunan sedang berdiri di sana. Ia terbatuk sebentar sebelum menghampiri Revian.

"Kamu bawa apa?" tanyanya sambil memandang Revian penuh kelembutan.

Revian bungkam namun gerak-geriknya sedang menyiapkan piring beserta sendok. Ia mengambil kantung kresek tersebut lantas membukanya. "Ada nasi goreng. Pak Jamal malam ini kelarisan, jadi dikasih sebungkus."

Yuli, sang Ibu tersenyum. "Kamu udah makan?"

Revian mengangguk. Mengaku sudah makan walau perutnya bergemuruh minta diisi. Lelaki itu lantas membuka kertas minyak yang membungkus, menaruhnya di piring, dan memberikannya pada sang Ibu. Senyuman tulus terukir di bibirnya.

"Sini, makan bareng ibu. Kamu pasti juga laper, kan?" Yuli terbatuk sebentar. Tangannya yang nampak mulai kurus menepuk-nepuk kursi yang berada di sebelahnya, mengajak Revian untuk makan bersamanya.

Namun lelaki itu menggeleng lalu berucap, "Udah, Ibu makan aja."

Yuli mengangguk. Dirinya makan sesuap demi sesuap nasi. Terkadang ia meminum air putih yang sudah disiapkan Revian. Beberapa kali dirinya menyodorkan sendoknya yang penuh nasi, namun anaknya tetap menggeleng tegas, benar-benar tidak ingin makan.

Criticalove [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang