☁️ | 21 • Ingin Didengar

8.2K 1.5K 247
                                    

Thank you for you, thank you for me!
Thank you so much!💙

Hai!
Maaf karena telat:)
Selamat membaca💙

🎡

🎡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[ c r i t i c a l o v e ]

Manusia memiliki keistimewaannya masing-masing. Ada yang menyadarinya dengan segera hingga mampu membentangkan sayapnya lebar-lebar. Ada juga yang belum mampu menyadari hingga masih mencari-cari.

Lalu, yang terakhir. Sudah menyadari namun malah dikatai tidak berguna juga tidak ada artinya.
Lalu, salah siapa jika hal itu membuatnya mengubur dalam-dalam keistimewaan itu hingga memilih melupakan?

☁️

Aruna menggenggam erat tali tasnya. Di depan pintu kelas 11 IPS4, gadis itu merasa bimbang. Rasa gundah menyelimutinya. Ia menggigit bibir juga mengetuk lantai keramik karena menimang-nimang apakah tindakannya ini tepat atau malah berujung petaka baginya ketika sampai di rumah.

Namun ada janji yang harus ia tepati. Tepatnya kemarin, ketika Revian meminta untuk belajar bersama. Aruna menyanggupi, bilang bahwa hari ini ia bisa meluangkan waktunya untuk membantu mengerjakan PR matematika. Meski ia benar-benar tahu bahwa ini adalah hari dimana ia menjalani aktivitas monotonnya: belajar di tempat les.

Gadis itu bergidik membayangkan murka Mamanya-walau secara teknis Mamanya tidak marah tapi Aruna juga takut-dan soal-soal yang harus dikerjakannya menggantikan jam les yang ia tinggal.

Tadi sebelum sampai di sini, Aruna sudah menelepon, memberitahukan bahwa dirinya ada kerja kelompok dan sebaiknya tidak dijemput untuk pergi ke tempat les. Mamanya mengizinkan asal tidak pulang terlalu larut. Tapi tetap saja, rasanya mengganjal di dalam hati. Aneh. Untuk pergi keluar rumah selayaknya maling saja dirinya tenang-tenang saja, tapi sekarang?

Aruna bisa frustrasi jika menuruti kemauan benaknya untuk terus berpikir masalah bimbel ini. Jadi, dengan keputusan yang bulat, ia membuka pintu dan melangkah masuk.

Sepi ternyata. Pandangannya mengedar. Hanya ada gitar yang teronggok di meja paling pojok belakang. Selain itu, tidak ada manusia lagi selain dirinya.

Kakinya tergerak, menghampiri gitar yang belum ia ketahui pemiliknya. Jarinya mendadak gatal ingin mencoba, memetik nada-nada atau memainkan lagu apa saja.

Hampir saja, sedikit lagi jemarinya akan menyentuh gitar, secara mendadak suara seseorang memasuki gendang telinga. Membuatnya tersentak kaget dan menarik tangan yang sudah terulur. Aruna memutar tumitnya spontan, menampilkan senyum lebar pada seseorang yang melangkah memasuki kelas.

"Hoi Aruna!"

Itu Raka, baru saja datang dan sekarang sedang berjalan menujunya. Senyum cowok itu terkembang lebar.

Criticalove [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang