DHS Spesial Kemerdekaan • Menjadi Pahlawan

10.1K 1.9K 162
                                    

[ c r i t i c a l o v e ]

Seharusnya yang dilakukan adalah melindungi hal yang dimiliki, menjaga ibu pertiwi agar tak lagi bersedih. Karena hal-hal yang dipertahankan nenek moyang nyatanya dirusak anak cucu sendiri.

Mentari yang bersinar terik sama sekali tidak melunturkan semangat siswa-siswi Dream High School dalam mengikuti lomba Agustusan. Sorak-sorai menyemangati terdengar riuh di lapangan utama. Beberapa murid memakai atribut serba merah-putih, entah diikatkan di kepala atau di tempelkan di pipi sebagai hiasan semata.

Ada banyak lomba yang memeriahkan peringatan 17 Agustus di DHS. Seperti balap karung alien, lomba makan kerupuk dengan pare, memasukkan pensil dalam botol, tarik tambang, dan masih banyak lagi.

Di antara banyak lomba yang diselenggarakan, Aruna tidak terpilih sama sekali untuk mewakili kelasnya. Gadis itu hanya membantu membersihkan dan menghias kelas. Namun pekerjaan tersebut selesai dalam waktu yang relatif singkat. Mereka hanya mempersiapkan ornamen yang akan digunakan untuk menghias, urusan pasang-memasang dan tempel-menempel dilakukan keesokan harinya. Jadilah sekarang Aruna berjalan-jalan untuk melihat lomba yang diselenggarakan. Ia hanya sendiri, tanpa Mega yang menemani. Alasannya karena Mega mengemban tugas untuk menenangkan lomba yang diwakilinya.

Aruna menatap sekelilingnya dengan senyum yang terukir apik. Ingin rasanya ia menyeret Revian untuk melihat-lihat pertandingan atau mungkin menyuruhnya mengikuti salah satu lomba yang ada. Maka, dengan langkah ringan, gadis itu berjalan menuju kelas Revian. Siapa tahu keinginannya dapat terwujud.

Baru beberapa langkah, gadis itu menoleh ke salah satu lomba yang terselenggara. Agak aneh karena lomba tersebut lebih ramai dari yang lainnya. Banyak yang berkerubung di sekelilingnya hingga ia tak dapat melihat apa yang sedang terjadi.

Rasa ingin tahunya mendadak naik ke permukaan hingga tanpa sadar gadis itu tidak lagi berjalan menuju 11 IPS 4. Tapi sudah berbelok menuju lapangan dan menelusup di antara keramaian.

Butuh usaha keras agar ia bisa benar-benar melihat. Lalu, ketika matanya menangkap sosok Revian yang mengikuti lomba pepaya petis. Lelaki itu nampak bersusah payah mengambil uang koin yang tertanam di daging buah pepaya dengan wajah yang belepotan petis. Aruna terbahak. Sama sekali tidak menyangka seorang Revian mau mengikuti lomba guna mewakili kelasnya.

Ketika terdengar suara peluit panjang tanda waktu telah habis, Aruna buru-buru menghampiri Revian. "Ini bener Revian?" tanyanya masih diiringi tawa.

Revian yang sedang membersihkan petis dari wajahnya menggunakan air yang disediakan panitia lalu menoleh ke arah Aruna. Sebelah alisnya terangkat. Namun dirinya tak mengeluarkan tanya yang ada di kepala.

Aruna tergelak. "Gue nggak nyangka lo mau ikut beginian," ucapnya kemudian.

"Sebelas IPS empat masuk ke semi final!"

Mendadak tawa Aruna terhenti. Revian menangin babak final? Eh, dia bisa ke semi final? Mulut gadis itu bahkan tidak terkatup sempurna. "Bagaimana bisa?" lirihnya. Tanda tanya besar tiba-tiba berjejalan dalam otaknya.

"Gue nggak punya banyak uang buat bayar denda," jawab Revian santai. Didorongnya dahi Aruna menggunakan dua jari. "Nggak usah kaget berlebihan. Jeleknya lo jadi kek dilipatgandakan."

Aruna menggelengkan kepalanya, berusaha sadar sepenuhnya. "Eh! Ngomong apa lo?!"

Revian menggedikkan bahunya tak acuh. "Hm."

Bibir gadis itu mengerucut lucu. Kemudian ia menarik rambut Revian yang seharusnya dipotong rapi. "Ngeselin!"

Revian hanya berdecak malas. Tidak memedulikan Aruna yang masih sebal karena dikata jelek. Kakinya bergerak melangkah, hendak meninggalkan lapangan karena semi final akan dilangsungkan setelah satu lagi babak final diselesaikan.

Criticalove [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang