☁️ | 31 • Harap Sebelum Jatuh

8.7K 1.4K 729
                                    

Hai! Aku kembali!
Kangen, kan?
Iya, aku kan Arsyalungangenin.

Maaf banget bolos apdet lama:v
Nanti di A/N aku akan jelasin kenapa apdet lama hehe.

Inget nggak kalau aku selalu mewanti-wanti siapin jantung dan hati cadangan?
Mungkin, setelah bab ini, kamu harus menyiapkan diri wkwkwkkw.

Oke, ini agak panjang dari bab Criticalove sebelumnya:") semoga nggak bosen:(

Seru dobel apdet apa apdet biasa?

Tim neror penulis atau tim kalem menunggu?

Cus lah, baca aja. A/N panjang soalnya. Lanjut sana:v

Ramein komen kayak kemarin dooong😚❤️❤️❤️

Ramein komen kayak kemarin dooong😚❤️❤️❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya pemanis sih:v

[ c r i t i c a l o v e ]

Harap tidak akan berhenti dilayangkan dalam bentuk doa-doa. Karena akan selalu diyakini bahwa hanya masalah waktu kapan ia akan dikabulkan.

Entah harus terjeda, terwujud segera, atau bahkan diganti yang lebih baik nantinya.

☁️

Keringat membanjiri tubuh, rambutnya melembab, hela napas terembus cepat. Ia menyeka peluh di dahi. Semburat jingga sudah menghiasi cakrawala karena bagaskara akan segera tergelincir dari tahta. Revian menatap sekeliling sambil mengatur napasnya yang tersisa satu-dua. Seharusnya ekskul basket sudah selesai sejak dua puluh menit yang lalu, tapi Revian masih di sini, berlatih begitu kerasnya bersama tim yang terpilih mewakili kejuaraan yang akan terlaksana.

Revian memang berhasil masuk tim inti. Di sini ia bersama Antares, Reyhan, Billy, Farel juga anak basket lain. Mereka dituntut untuk berlatih keras karena Dream High School sudah terkenal sebagai sekolah yang seringkali menyabet banyak prestasi, entah itu akademik maupun non akademik. Mau tidak mau, tim basket ini harus mempertahankan label juara dengan perjuangan yang begitu keras.

"Udahan yok!" celetuk Farel mengundang anggukan setuju yang lainnya. Lalu, Antares juga mengangguk. Latihan hari ini dirasa cukup. Mereka berkumpul sejenak untuk mengakhiri pertemuan. Lapangan mulai sepi karena hampir semuanya sudah mulai pulang ke rumah masing-masing. Penat yang harus segera diistirahatkan, juga tenaga yang lekas dipulihkan.

Revian berjalan seorang diri. Tidak ada Raka yang terkadang menemani, atau sekadar mengantar-jemput dirinya kali ini. Ia sedang ada urusan, sepertinya. Sebaik itu memang, padahal cowok itu sudah benar-benar lepas dari tanggung jawabnya sebagai ketua. Tidak lagi mengurusi basket dan segala tetek-bengeknya.

Criticalove [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang