☁ | 12 • Rasa Tak Terjemah

8.6K 1.5K 63
                                    

[ c r i t i c a l o v e ]

[ c r i t i c a l o v e ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersusah-susah melakukan. Dipandang sebelah mata kemudian. Belum lagi hujatan yang diberikan.
Lalu mengapa manusia menginginkan kebaikan datang jika yang sering dilakukan adalah sebuah kejahatan?

Dering ponsel yang berteriak nyaring membuat Aruna dengan terpaksa meninggalkan dunia mimpinya yang indah. Rasanya berat, apalagi gravitasi kasurnya yang begitu kuat. Ia ingin terus berbaring di sana seharian penuh. Tapi ponsel sialan itu tidak mau berhenti. Entah sudah keberapa kali bergetar dan meraung-raung minta diangkat.

Berdecak, gadis itu meraih benda persegi yang sudah menggangu tidurnya. Digesernya ikon telepon berwarna hijau dengan melihat nama yang terpampang di sana.

"Halo?" sapa gadis itu enggan dengan suara seraknya.

"Hoi Aruna! Bangun dong! Gue ada di depan rumah lo, nih!"

Dengan mata yang masih terpejam, keningnya mengernyit heran. Matanya menyipit, menyesuaikan cahaya layar ponsel guna mengecek lagi nama yang tertera. Siapa tahu dia salah baca.

Revian uwu 🐻

Tapi kok suaranya beda, ya? batin gadis itu bertanya. Terpaksa Aruna berjalan menghampiri jendela. Tangannya menyibak gorden yang menutupi, ia lalu mengintip siapa gerangan yang sudah mengganggu tidurnya di hari libur.

Raka nampak melambaikan tangan ke arahnya. Cowok itu tersenyum lebar lantas menyenggol Revian dengan sikunya. Seperti mengisyaratkan Revian juga harus melambai heboh seperti dirinya. Nampak dengan jelas bahwa Revian memandang Raka dingin sebelum ikut melambai dengan gerakan lambat.

"Katanya mau pergi, tapi kok molor terus! Ayang Revian sama Cogan Raka udah nunggu, nih!" Suara Raka terdengar begitu ceria di ujung sana.

Aruna mengucek matanya sejenak sebelum senyumnya mengembang sempurna. "Siap Bos!!"

Lalu telepon ditutup dan Aruna segera mempersiapkan diri.

Tidak butuh waktu terlalu lama. Aruna sudah berdiri di depan lemari pakaiannya. Memilih baju membuatnya berpikir lama. Jarinya mengetuk-ngetuk dagu. Ia bimbang harus memakai baju seperti apa.

Ia merasa semua bajunya jelek. Tidak pantas untuk dipakainya pergi. "Tadi keknya Kak Raka sama Revian pakai kaus sama celana denim biasa deh," ujarnya pada diri sendiri.

Menggedikkan bahu, gadis itu lalu meraih kaus berwarna hijau army serta celana denim pendek. Rambutnya ia biarkan terurai. Wajahnya ia poles sedikit dengan make up tipis, bibirnya ia lapisi dengan lipbalm. Tidak dilupa tas selempang kecil serta sepatu converse bewarna hitam putih miliknya. Gadis itu kini sudah siap untuk pergi.

Aruna mematut dirinya di depan cermin besar sekali lagi, memastikan penampilannya sudah sempurna. Tersenyum, gadis itu kini beranjak dari tempatnya menuju ruang tamu.

Criticalove [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang