Rolando Aldean Carega Kusuma

1K 73 20
                                    

Rolando menatap sedih kearah seseorang yang tengah bersimpuh disebuah nisan. Rasanya dia juga ikut merasakan sakit yang dirasakannya seseorang itu.

"Bu, ini Senja. Ibu gak mau ketemu anak ibu sendiri" ucapan lirih itu membuat hatinya terasa tersayat-sayat saat ini.

"Ndok, iklasne ibumu cekne jembar dalane. Doane wae ibumu sudah tenang disana ndok" (Nak, iklaskan ibumu biar jalannya mudah. Doakan saja, ibumu sudah tenang disana)  sahut seorang pria paruh baya yang biasa dipanggilnya mbah kung itu ikut menyahut disebelahnya.

"Iya Senja, kamu jangan menangis seperti ini karena kalau kamu menangis ibumu juga akan ikut menangis" yang daritadi Rolando hanya terdiam kini dia mulai membuka suaranya.

Memang kakek dan nenek Senja ini menggunakan bahasa Jawa yang sangat kental dalam percakapan sehari-hari, beruntungnya Rolando bisa memahami bahsa itu dan bisa berkomunikasi dengan beliau-beliau ini karena keluarga kakek dan neneknya dari pihak papanya orang Jawa asli sehingga kadang-kadang mereka menggunakan bahasa Jawa jadilah dia paham dengan setiap kata-kata yang diucapkan bahkan dirinya bisa berkomunikasi dengan lancar.

Tapi kakek Senja biasanya dicpur antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia sehingga membuat mereka paham, terutama Senja. Kalau Rolando yang memiliki darah Jawa dan pernah bekerja dilingkungan Jogja ini membuatnya paham tentang bahasa disini yang cenderung ke bahasa Jawa halus, berbeda dengan bahasa didaerah Jawa Timur tempat kelahiran apapnya, bahasanya campuran dan tidak sehalus di Jawa Tengah.

Kini langsit semakin sore membuat kakek Senja mengajak semuanya pulang karena magrib akan tiba. Rolando yang sejak tadi diam hanya menurutinya tetapi pandangannya terus mengarah kepada Senja ketika mereka tiba di peristirahatan terakhir ibu kandung Senja ini.

"Ndok niki pun sore ayo mantuk" setelah beberapa lama mbah kung mengajak semuanya pulang, awalnya Senja tidak mau pulang tapi karena bujukan dari kakek neneknya membuatnya dengan terpaksa mau pulang.

Dalam perjalanan pulang tak henti-hentinya Rolando terus mengamati Senja yang ada dipelukan neneknya, dia bergitu khawatir dengan wanita itu karena tubuhnya semakin melemah dan dia tak menghentikan tangisannya bahkan sampai mereka tiba di rumah.

Rolando tidak menyangka bahwa niat kedatangan Senja ke Jogja adalah menemui keluarganya, terlebih ibu nya. Rolando yang sejak kemarin ikut bersama Senja kesini, baru kali inilah dia mengetahui tujuannya. Yang jadi pikiran Rolando sejak tadi itu, kenapa Senja seperti baru mengetahui semua ini. Semua tentang kepergian ibunya dan tentang keberadaan kakeknya, itu terlihat pada percakapan tadi. Tapi Rolando tidak berani menanyakannya karena dia merasa tidak berhak ikut campur kedalam masalah keluarga ini sehingga dirinya hanya diam saja sejak tadi.

"Istirahat dulu ndok" mbah Kung mempersilahkan semuanya duduk di ruang tamu.

"Ayo nduk mari kok pesarean wijek disek" (Ayo nak, habis ke pemakaman cuci dulu) sekali lagi dengan menurut Senja mengikuti neneknya, sedangkan Rolando juga diajak oleh mbah kung.

Setelah itu mereka sibuk sendiri-sendiri sampai sehabis shalat magrib mereka kembali berkumpul dan makan malam bersama.

Makan malam kali ini sedikit berbeda dari kemarin karena semuanya saling diam. Mungkin karena masih dikabuti rasa duka dan sedih membuat suasana menjadi hening dam tidak ada candaan seperti makan bersama sebelumnya.

Selesai makan malam pun suasana semakin sepi karena mbah uti dan mbah kakung ijin hendak melayat tetangga yang baru diumumkan meninggal. Kini tinggalah Senja dan Rolando yang berada dirumah itu berduaan, Rolando yang tidak ingin ada fitnah karena mereka bukan muhrim berada di satu rumah membuatnya langsung menuju ke teras depan duduk di tempat yang terbuat dari bambu itu.

Rolando & OrlandoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang