2.
Tubuh kecil ini bergetar hebat. Bulir-bulir keringat mulai terlihat disertai gumaman hebat menyerang bibirnya. Gadis ini tidak bisa diam karena sesuatu menyerang dirinya lagi. Kali ini semakin berbeda, pikiran itu kembali terlintas dibenaknya dan membuat sekujur tubuh menjadi begitu kaku.
Lama-lama, gadis ini menyerah. Berusaha untuk bangkit, namun tidak bisa. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk bangun, tetapi kepalanya terus bergerak kiri-kanan disertai perkataan yang membuat dirinya semakin terasa begitu takut.
"Gelap, nggak. Tolong!" gadis itu berusaha membuka matanya, tetapi tidak bisa untuk disegerakan dengan kekuatan hatinya.
"Tolong, gelap. Gue nggak bisa napas, nggak!"
Lagi dan lagi gadis itu berteriak dalam tidurnya. Keringat semakin menjadi setelah tindakan yang ia usahakan tidak berhasil juga. Kedua tangan semakin terkepal hebat yang disertakan urat-urat tangannya mulai terlihat.
Tok tok tok. "Ca, udah bangun belum! Gue bawa sarapan nih!" teriakan seseorang di luar ruangan, terdengar sampai gemaan ruangan berbentuk persegi panjang ini.
Seseorang yang berada di luar, merasa pintu ini tidak dibukakan oleh sang pemilik, dia kembali menggedor pintu.
Tok tok tok. "Ca, bukain. Ini gue Rama!" oh ternyata seseorang yang berada di luar ruangan itu, Rama—teman laki-laki yang terus membuat Caca jengkel bukan main.
"Ca! Lo ngapain sih, masih mandi?" terus berteriak karena tidak ada jawaban dari dalam. Berusaha positif thinking, Rama memegang erat kantung plastik putih yang berada digenggaman tangannya. Tetapi, tidak ada jawaban dari dalam, membuat pikiran melayang entah kemana. Dia tidak bisa diam setelah beberapa menit sang pemilik kamar tidak juga membukakan pintu ini.
"Bodoamat Ca, gue masuk!" Rama memang tidak tahan dengan jawaban Caca yang belum juga terdengar. Alhasil ia terpaksa membuka kunci pintu, yang ia sendiri tahu apa password dari kunci digital itu.
Setelah susah payah Rama menunggu Caca untuk membukakan pintu, kening Rama menampilkan kerutan hebat yang membuat Rama sendiri terheran-heran. Langkah kakinya menuntun tubuhnya untuk segera mendekat, ke arah gadis yang masih berbaring di kasurnya.
Bukan main, Rama benar-benar tidak bisa menebak dengan kondisi Caca yang dibanjiri keringat seperti itu. Dengan sergap, Rama meletakan plastik tersebut di atas meja kecil lalu menepuk wajah Caca untuk gadis itu segera bangun.
"Ca, bangun Ca," katanya yang berusaha juga untuk membangunkan Caca dari mimpi tidurnya. Rama sangat tahu dengan apa yang udah terjadi pada temannya. Bahkan berusaha Rama melihat Caca terus berteriak seperti itu, membuat jantung Rama semakin tidak terasa menenangkan.
"Gelap, gue—tolonggg!"
Rama yang begitu jengah dengan gurauan Caca kian menjadi, ia terus mengguncang tubuh Caca agar segera bangun dan menjauhkan mimpi buruk itu. "Ca, bangun Ca—ini gue Rama, bangun!"
"Nggak!!!" setelah berteriak sekali lagi, Caca bisa membuka matanya dan bangkit untuk duduk. Nafasnya tidak karuan, dadanya pun naik turun berusaha menetralkan rasa ketakutannya.
Caca menoleh, mendapatkan Rama yang sudah terpampang jelas ada di sampingnya. "Rama, mimpi itu..." suara Caca bergetar, dengan perasaan yang terus membuncah dirinya. Ia sangat takut, benar-benar takut akan mimpi itu yang terus menghampiri tidurnya.
Sebisa mungkin Rama ingin menjauhkan rasa ketakutan Caca pada mimpi itu, ia mengambil tubuh Caca dan mengarahkan pada dada bidangnya agar perasaannya bisa kembali lega. Satu tangan kanan Rama mengelus punggung Caca, agar gadis ini benar-benar tidak merasa takut lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021
FanfictionSemisal begini, "Jangan berlebihan, kita ini cuma sekedar teman," lantas, apa yang harus dikatakan pada hati? Tetapi, tunggu, lebih baik mengucapkan selamat datang atau selamat tinggal? pilih yang mana? atau, lebih baik sekedar berteman atau dia...