19.
"Ca, sejak kapan lo tahu, soal Marsel deketin Leni?" Puma bertanya, pada Caca yang tengah mengerjakan tugas di laptopnya. Satu kelompok terdiri dari lima orang—dimana Caca kebagian kelompok bersama teman-temannya. Karena juga, ini semua dalam kebebasan untuk memilih.
Baru Puma yang datang, yang lain, tak tahu datangnya jam berapa. Sekarang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Tetapi, Leni dan juga Nindi belum juga datang dengan waktu yang sudah ditentukan.
Entah apa yang mereka lakukan sebelum datang ke tempat ini, dan ini benar-benar sudah lewat dari biasanya. Superduper telat.
"Nggak tahu, tiba-tiba mereka deket aja. Gue aja yang deketan, nggak sadar," cetus Caca dengan jemari terus mengetik tugas. Pandangannya tetap fokus, tetapi ucapan juga tetap sahut ketika Puma bertanya kepadanya.
Puma tidak bisa diam sedari tadi. Mulutnya terus bertanya, yang seolah-olah Puma ingin sekali menemukan yang dari awal belum terjawab sampai sekarang.
"Terus kenapa lo diem aja, kenapa nggak bertindak? Kan lo tahu, lo cinta sama Marsel dari dulu—bahkan Leni juga tahu kalau 13 tahun lo nyimpen perasaan buat Marsel. Kan?"
Caca mendadak berhenti mengetik. Tak disangka-sangka, ternyata Puma masih ingat betul dengan mana Caca menyimpan perasaan penuh untuk Marsel, selama 13 tahun.
Benar, waktu memang tidak bisa disangka. Dulu hanya cinta biasa, tetapi sekarang malah jadi lebih gila. Sudah tahu sering sakit hati, tapi masih saja terus mau mengikuti.
Jangankan soal hati, perasaan kalau tidak ditanggung saja, malah main konsekuensi tinggi. Ribet betul memang kalau hanya diam saja seperti ini.
Mendengus pelan seraya menutup laptop. "Gue balik aja deh Ma, kalau begini ceritanya, bukan tugas kelompok—tapi malah ngobrol. Gue jadi pusing ngerjainnya."
Puma yang tengah menyesap espresso dingin ditangannya, tiba-tiba menyangkal. "Dih jangan! Lo tahu kan, ini tugas dikumpulinnya lusa?"
"Tapi daritadi lo asik sendiri. Lihat aja tuh, espresso aja sampai nambah dua kali. Kadang gue juga heran kalau lagi nugas kayak gini. Sebetulnya lo mau kelompok, atau mau ketemuan sama orang 'sih?"
Mengernyit sedikit lalu terkekeh lebar. "Hehehehe, awal sih gitu Ca. Tapi ada seseorang yang minta gue buat ketemuan disini, jadi, yaudah. Gue barengin aja sekalian. Nggak papa, kan?"
Suka aneh memang. Bilang mau mengerjakan tugas, tahu-tahu malah asik sama lain. Memang betul, malah tidak salah juga.
Caca menyimpan laptopnya di dalam ransel. "Yaudah, kalau gitu gue balik. Mau ngerjain di Condo aja. Nanti jangan lupa kirim lewat email, awas aja enggak!" tegas Caca mengingatkan Puma untuk mengirim salinan tugas yang sudah dibagi rata olehnya. Tidak mau dilewat, apalagi lusa sudah harus dikumpulkan. Jadi, biarkan Puma bersenang-senang dengan seseorang yang Caca tidak kenal. Sehari juga tidak jadi masalah.
Ketika ingin beranjak pergi, Caca melihat Danu yang baru saja masuk ke kedai ini. "DANU!" Caca bebas berteriak. Untung saja kedai ini tidak terlalu ramai, jadi ia bebas untuk memanggil temannya itu. Menyamakan kaki untuk menghampiri laki-laki itu, Caca benar-benar sudah meninggalkan Puma yang sedari tadi asik dengan gadgetnya.
"Disini juga lo? Sama siapa?" seharusnya Caca yang bertanya, tetapi dengan mendadak Danu sudah melayangkannya duluan.
"Gue sih, abis ngerjain tugas. Sama temen. Lumayan, dapet WiFi gratis. Hehehehe," balas Caca dengan sedikit berbisik.
Danu membulatkan mulutnya seraya menganggukan kepala. Matanya sukses melihat tubuh Caca sekecil ini, Danu diam-diam tertawa kecil. Caca yang berada di sampingnya, merasa ada kejanggalan pada pakaian yang ia kenakan. "Kenapa? Ada yang aneh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021
FanfictieSemisal begini, "Jangan berlebihan, kita ini cuma sekedar teman," lantas, apa yang harus dikatakan pada hati? Tetapi, tunggu, lebih baik mengucapkan selamat datang atau selamat tinggal? pilih yang mana? atau, lebih baik sekedar berteman atau dia...