6. Pelukan Hangat

68 3 0
                                    

6.

"Tiga hari yang lalu, gue sempet aneh sama cup kopi yang ditinggal waktu gue datengin sama Valen di kedai perapatan sana," Marsel yang tengah meneguk Vodka-tangannya terus begerliya menarik botol panjang itu lalu menuangnya ke dalam loki kecil.

Rama yang biasanya ikut meminum, kedua jemarinya terus menghimpit sebatang rokok yang terus ia hisap dengan tatapan yang tak jauh dari ponselnya.

Kedua remaja ini disibukan dengan barang berbahaya, di kediaman halaman belakang rumah Marsel sendiri. Jarinya begitu gencar menghimpit batang panjang itu dengan berkali-kali menggantinya.

Keraguan Marsel pun kian menjadi setelah kembali dari kedai minimalis yang ia datangi bersama gebetan barunya. Awalnya ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat waktu di kedai sana.

Tetapi semakin kesini, keraguannya berbuah kenyataan-Marsel tahu bahwa Caca melihat dirinya bersama gadis yang ia bawa untuk menikmati kopi pinggir jalan.

"Gue rasa, Caca emang lihat lo di kedai kopi itu," seru Rama yang habis menikmati sebungkus rokok di hadapannya. Entah mengapa laki-laki satu itu kenyang akan sebuah barang beracun dan menghabiskannya dalam waktu sekejap mungkin.

Marsel yang benar-benar bingung dengan sikap Caca selama beberapa kali ini, dirinya begitu haus akan cara apa agar bisa menebak isi hati gadis tersebut.

"Kalau emang dia lihat, kenapa dia nggak gabung sama gue dulu coba!" geram Marsel yang membanting botol Vodka di meja kecil.

Rama yang melihat perubahan pada isi hati Marsel, satu tarikan pada bibirnya tercipta ketika Marsel mengatakan kalimat tadi. Bukannya aneh atau semacamnya-melainkan apa yang dikatakan oleh Marsel, benar-benar membuat wajah liciknya berubah seketika.

Rama tahu mengapa Caca berperilaku seperti ini dan membuatnya bingung setengah mati. Rama juga tahu mengapa setelah kejadian itu Caca tidak berangkat sekolah-melainkan pergi ke salah satu tempat yang bisa melunakkan pikirannya.

Mungkin benar yang dikatakan Caca lewat pesan singkatnya. Saat ini gadis itu memang ingin menyendiri untuk sementara waktu-dan tinggal dengan kehidupan nyatanya.

"Gue harus cari tahu kenapa Caca belum mau ngomong sama gue, Ram!"

Rama menyunggingkan senyuman liciknya lagi, "Sekeras apapun usaha lo, yang namanya orang patah hati-nggak akan bisa hilang dengan seribu satu cara Sel," bisik Rama pada hatinya.

🎬


"Menurut lo, Caca tuh tipe-tipe yang kayak gimana sih?" Puma yang sedari tadi sibuk dengan buku catatannya, obrolannya langsung teralih ketika melihat Reno dan Satrio ikut mampir mencatat tugas pelajaran terakhir.

Reno yang tengah mengambil buku catatannya, matanya langsung terfokus dengan buku catatan bersampul pink-dimana nama Anindi Putri tertera di sampul pertama.

"Ya gitu, susah ditebak. Dari dulu sikap menyendirinya nggak hilang-hilang-gue, Rama, Satrio sama Marsel aja masih tanya-tanya kalau sewaktu-waktu sikap Caca berubah demikian," sahut Satrio yang matanya setengah fokus ke buku catatan bersampul hitam milik Leni Safira.

Puma yang mendengarkan jawaban dari Satrio, kepalanya sungguh berantusias dengan mengangguk-angguk sendiri.

Dengan apa yang barusan Satrio katakan, ia mulai memahami kenapa temannya itu begitu sulit untuk ditebak apalagi untuk dipahami dengan waktu singkat.

Awalnya Puma tidak begitu paham dengan sikap Caca yang mendadak berubah seperti ini-melainkan ia baru tahu bahwa seperti inilah sikap Caca yang baru saja ia dengar dari mulut Satrio.

THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang