56. Koma

31 1 0
                                    

56.

Menunggu sudah menjadi hal yang biasa. Namun ada hal yang menjadi tidak biasa jika seseorang membuatnya begitu lama, lalu membuatnya menjadi tidak betah. Duduk beramai-ramai menunggu seseorang untuk sadarkan diri, sampai saat ini belum ada jawabannya juga.

Ini sudah hari ketiga. Selama 72 jam hanya menunggu, mereka terus sabar ketika Dokter belum juga memberi keterangan penuh tentang kapan seseorang yang mereka tunggu itu, bangun dari tidurnya.

"Gue balik dulu ya ke Bekasi. Gue belum bilang apa-apa sama keluarga gue, soal keponakannya yang masuk rumah sakit dua hari yang lalu. Gue titip Denira sama kalian. Bilang ke Marsel juga."

Zivano. Abang sepupu Denira, keponakan dari papahnya, terus menunggu sang adik untuk bangun dari masa tidur panjangnya. Menuntun pandangannya menatap kearah kaca jendela yang begitu minimalis, bibirnya mengulas senyuman seraya menghembuskan napasnya dengan perlahan.

Reno memegang bahu Zivano. Memberikannya sedikit semangat dengan mengulas senyumannya, pandangannya juga terhenti pada seseorang yang masih berbaring—juga dengan kekasih yang selalu menunggunya.

"Tenang aja bang, gue sama yang lain pasti jagain Denira. Nanti kalau Denira udah siuman, gue langsung hubungin lo tanpa aba-aba."

Zivano menoleh, menatap Reno lalu menganggukkan kepala. "Yaudah, kalau gitu, gue berangkat dulu ya. Kalau nggak besok, yaaa lusa. Ajak temen-temen untuk nyekar ke makam orang tua Denira. Gue titip doa juga ya, Ren?"

"Iya bang. Insyaallah besok gue kesana," balas Reno yang kembali duduk didekat Rama. Bersebelahan dengan itu, Rama terus menguap dan perlahan-lahan matanya seperti ingin tertutup rapat.

Selang Zivano terus menatap kearah dalam, kedua langkah kakinya mulai meninggalkan tempat menunggu dan pergi menuju ke Bekasi. Tempat tinggalnya.

Semuanya selalu lengkap, hingga Satrio yang sudah mengantarkan kekasihnya pulang ke rumah, tubuhnya diluruskan dan mulai menyamakan diri menutup matanya seperti yang dilakukan oleh Rama. Kedua teman Marsel itu sama-sama dilanda rasa kantuk yang luar biasa.

Pandangannya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Baru jam delapan malem," gumam Reno sambil mengusap wajahnya.

Duduk diatas lantai, karena kursi yang tersedia sudah dikuasai penuh oleh Rama dan juga Satrio, kakinya diluruskan hingga sejajar lalu tubuhnya bersandar pada dinding rumah sakit. Dari sudut pandang yang berbeda, Reno sudah lama tidak berpergian dengan kekasihnya. Viona.

Benar-benar sangat lama dan seperti tidak berpacaran dengan Viona, dimana seorang gadis yang selalu ia puja puja ketika baru pertama kali jatuh cinta. Sekarang gadis itu sedang sibuk-sibuknya dengan masa ospek, yang masih berlangsung sampai saat ini.

Terakhir kalinya bertemu, Reno mengantarkan gadisnya pergi mencari buku tambah untuk SBMPTN di salah satu Gramedia yang disukai oleh kekasihnya. Setelah itu, Viona selalu mengirimkan secarik pesan lewat SMS, dan memberitahu Reno bahwa selama masa pelatihan SBMPTN, gadis ini tidak mau terlalu fokus dengan ponselnya.

Lalu ketika masuk melewati daftar tes online yang disediakan oleh salah satu kampus impiannya, Viona menjadi tambah sibuk dari pelatihan sebelumnya—hingga masa ospek yang sedang berlangsung saat ini. Dan Reno pun, selalu memahami apa yang di mau oleh kekasihnya itu.

"Ren..." dari pandangan diatasnya, Reno mendengar seseorang telah memanggil namanya. Wajahnya menengadah. Menatap seseorang yang sampai saat ini, ia baru bertemu setelah sekian lama tidak terlihat lagi. "Danu!?!"

Masih ingat kan, soal Danu?

Iya benar. Teman dekat Denira, Viona dan juga Reno sendiri. Lalu, lebih tepatnya, kekasihnya Leni. Danu Imanuel Bagaskara.

THEORY OF LOVE [END] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang