Ditengah hawa yang dingin meski matahari sudah terbenam, Daniel masih nyaman duduk disamping makam sahabatnya. Ditemani sekotak susu coklat, ia menghabiskan satu jamnya sambil menikmati pemandangan malam meski sebenarnya cukup menyeramkan, menyadari ia berada di tempat pemakaman.
"aku ingat, sangat ingat Hyun-a. Dia sudah tumbuh dengan baik tapi aku tidak menyadarinya sejak awal."
"kenapa tidak dari masa mos aku sadar?" monolognya, kembali meneguk susu kotaknya setengah. Lalu ia menoleh, melihat gundukan makam sahabatnya. Senyumnya terukir kecil, setelahnya.
"Wonwoo sangat khawatir kalau aku kembali menyalahkan diriku karna kejadian itu. Tapi bukankah aku harus datang daripada hal itu terus menghantui aku setiap malam?" katanya lagi. "aku gak tahu cara mengatasinya apalagi Selena berkata seperti itu, hidden hero-nya."
"menurutmu aku harus bagaimana? ah tidak, kamu tidak akan menjawabnya sama sekali, percuma saja." Daniel memalingkan wajahnya lalu beranjak dari duduknya. Menepuk-nepuk bokongnya bermaksud membersihkan tanah yang mungkin menempel pada celananya. Kembali melihat gundukan tanah itu dengan senyumnya, "aku ingin dia lihat kamu untuk sekali, ini bukan janji tapi aku akan berusaha. Meskipun ingatannya hilang, aku akan melindunginya, Minhyun-a. Selamat malam."
Daniel terkekeh dengan ucapannya sendiri, ia beringsut pergi meninggalkan area pemakaman sebelum orang-orang dirumah mencarinya.
—-
Jihyo termenung diam di dalam kamar. Meratapi hari-hari yang telah terjadi padanya. Duduk manis bersandar pada sisi kasur dengan menghadap jendela, melihat bintang-bintang yang bersinar. Meski dilihatnya hanya ada dua bintang, ia dapat melihat bintang itu sedang berjuang bersinar di tengah kegelapan.
Jihyo tak mengerti apa yang sebenarnya yang terjadi pada hidupnya. Ketika semua orang menyembunyikan kenyataannya, hanya dirinya seorang seperti orang bodoh yang mencari kebenaran.
Ia seperti dibuang, ia sungguh tidak mengerti.
Jihyo meneguk teh hangatnya yang berada di gelas mungil yang begitu lucu. Ia terus memegangnya dan sesekali menyeduhnya kala masih melihat kebul panas terbang di depannya. Tapi ini membuatnya hangat di tengah dinginnya malam. Wajar, ia membuka jendela kamarnya agar jelas melihat bintang diatas sana.
Jihyo tidak memiliki siapapun di dalam hidupnya.
Sang ayah yang sibuk di dunia kerja, dan kedua kakaknya sedang merintis karirnya di dunia pekerjaan hingga membuatnya tertinggal seorang diri sebagai anak terakhir. Memiliki teman-teman yang memperdulikannya bukan hal yang membuatnya tidak merasa kesepian justru semakin banyak orang, ia menyadari ia semakin kesepian.
Tidak ada satupun yang bisa mengusir kesepiannya apalagi di tengah malam ini, ia masih terjaga hingga pagi ini. Matanya seakan menolak untuk tertutup, membiarkan dirinya menderita di bawah selimut yang kesepian.
Jihyo memeluk kakinya yang terbalut selimutnya, menaruh dagunya diatas lutut dan kembali melihat bintang. Tak terasa ia meneteskan air matanya. Ia tidak bisa berbohong bahwa sedang merasa terpukul dengan keadaannya.
Ia sakit bahkan lebih menyakitkannya adalah waktunya juga sudah diprediksi tidak akan lama usai hari ini ia mengunjungi dokter untuk memeriksa keadaan jantungnya.
"tidak ada yang bisa menolongku." gumamnya.
Ia ingat sang dokter menyarankannya untuk operasi jantung untuk memasang alat khusus didalamnya agar Jihyo dapat menikmati hidupnya lebih lama. Akan tetapi setelah ia berpikir panjang, itu bukan jalan yang efektif baginya.
Semalaman ia hanya berpikir itu, tidak memilih untuk membuka suaranya kepada keluarganya sama sekali maupun bibi yang sudah mengurusnya sejak kecil. Kehilangan ibu adalah hal yang paling menyakitkan apalagi ia harus sakit seperti ini. Seakan dia disuruh untuk menyusul sang ibu disana agar tidak kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Me? ' [END]
RomanceMengenal Kang Daniel bukan sebuah kesalahan tapi takdir Jihyo. Ketika semua orang berjuang keras untuk mendapatkan universitas yang terbaik, hanya Jihyo yang berjuang keras mempertahankan keberadaannya di sekolah. Hingga niatnya berlawanan dengan K...