23; Giving Gifts

298 28 2
                                    

"Minhyun-a."

Minhyun menoleh tapi masih menuangkan teh kedalam gelasnya. "kenapa?" tanyanya, kembali melihat cangkirnya agar tidak tumpah.

"maaf, kamu jadi repot."

Minhyun membawa kedua cangkir teh dan memberikannya hati-hati pada Jihyo. Lalu ia duduk dengan tenang, "gak papa, selagi libur. Jangan merasa terbebani, udah dua hari disini aku jaga. Santai aja." katanya, Jihyo hanya menganggukan kepalanya.

"mungkin temen-temen kamu bakal dateng malem ini, hari ini harusnya mereka selesai."

"mungkin, tapi bisa besok. Mereka pasti capek." jawabnya, "omong-omong kamu sama kak Haeji beneran pacaran?" tanya Jihyo, mengalihkan topik tiba-tiba.

Minhyun terkesiap, tampaknya terkejut dengan pertanyaan satu ini. "du-dulu, tapi udah lama." jawabnya, sedikit gugup.

"baru tau, tapi kalau boleh tau..." Jihyo menggantungkan pertanyaannya membuat Minhyun menelan salivanya. "kalian deket banget meskipun udah jadi mantan, emang dulu kenapa?"

Minhyun tersenyum kecil, melihat jarinya yang mengusap pegangan cangkir itu. Sekilas ia teringat momen mereka putus, dimana mereka saling melemparkan senyuman, bukan kesedihan. Tapi apakah Haeji tahu jika ia begitu sedih sepeninggal hubungan mereka rusak?

"dulu kita teman dekat, kemana-mana bareng kayak lem dan perasaan itu muncul. Kita pacaran, kayak umumnya. Tapi..." sesaat Minhyun menghela nafasnya, "temen deket itu gak perlu jadi pacaran, cukup saling paham itu udah cukup. Selama kita ada satu sama lain dan gak takut bagaimana masa depan kita pisah yang enggak-enggak, itu gak masalah."

Minhyun melipat bibirnya, "itu yang dia pikir." gumamnya. Tentu masih bisa didengar Jihyo.

"pasti berat ya? keliatan kamu masih ada perasaan buat dia." Minhyun menganggukan kepalanya kecil dengan kepalanya yang menunduk. Kenapa jadi sedih begini?

"bagaimanapun perasaan gak bisa dipaksa berubah Ji, katanya kalau memang takdir pasti balik meskipun butuh waktu yang lama."

"tapi takdir itu nunggu kita berubah." timpal Jihyo, "sesuatu hal yang terjadi pasti ada sebab dan akibat." Jihyo mengalihkan pandangannya kearah isi cangkir, teh hangat yang begitu harum.

"aku ngerasa ada yang salah sama aku untuk waktu yang lama."

"apa? apa yang salah?" tanya Minhyun, kini melihat Jihyo.

"tujuh tahun yang lalu, aku hilang ingatan. Aku gak tau aku siapa, aku anaknya siapa, dan apa yang aku lakuin sebelumnya. Aku gak tau. Katanya kayak lahir baru tapi gak sama sekali. Dimana kamu ditempati dunia yang udah kamu kenal duluan dengan bekas jejak kamu yang kamu gak tahu itu bikin hidup dihantuin."

Minhyun mendengarnya dengan seksama. Sesekali menyeduh tehnya agar enak diminum.

"tapi sekarang aku mulai tahu aku siapa, kenapa mama pergi dan kenapa aku punya sakit ini." katanya diikuti tangan kanannya yang menunjuk dadanya, lebih tepatnya tempat jantungnya berada. "aku tahu sendiri."

"aku tidak tahu sama sekali soal insiden itu jadi aku bisa bantu sesuai aku bisa. Soal Kang Danwoo, dia Kang Daniel. Mukanya mirip banget."

"waktu kecil kenal?"

Minhyun mengangguk, "kenal, tapi namanya Danwoo bukan Daniel. Entah kenapa alasan dia rubah namanya, tapi ada satu kemungkinan Ji."

"apa?"

"kamu udah inget semua? seluruhnya?" tanya Minhyun memastikan.

Jihyo mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya tapi kenapa Minhyun sekarang terdiam. Bahkan ia menggelengkan kepalanya seperti ia sedang berargumen dengan dirinya sendiri. Entah apa yang diributkan di dalam dirinya, ia seperti ragu.

Miss Me?  ' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang