September

1.1K 67 3
                                    

Pembuka bulan hujan kala itu langit nampak mendung.  Namun enggan menjatuhkan airnya.  Kelabu yg menggantung diatas sana pun semakin meluas.

Sekitar menjelang magrib, Neira dan Aily sedang berkendara menuju kosan mereka.  Setelah weekend untuk pulkam,mereka kembali ke kos kecil di kota.

Neira tidak henti-hentinya berceloteh atas perilakunya yg semakin hari menggila. Sebabnya hanya satu, Radi. Neira sedang menceritakan ulang bagaimana reaksi Ibunya mengetahui kelakuannya.

Aily yg berada di belakang Neira menanggapi dengan antusias. Membuat gadis berhelm kebesaran itu semakin semangat. 

"Masa ya Ay, Ibu nyangkanya Kak Radi itu cowok gue. Saking seringnya gue ceritain dia ke ibu" tuturnya bangga.

" Bisaan maneh teh. Padahal mah doi udah ada pawang" ucap Aily.

"halah ga bakal tau juga gue ngaku jadi ceweknya " katanya asal.

" Tapi gue saranin gak usah bucin banget,nanti sakit baru tau rasa lo" tegur Aily sambil menepuk pelan bahu kanan Neira.

Neira hanya mengedikkan bahu, "Bodoamat ah. Gua kan ga niat ngemilikin juga, i don't care about the konsekuensi "

" yg penting gue udah bilang,, gak usah berlebihan mengagumi seseorang. Nanti lo sendiri juga yg rasain" ujar Aily dengan menyandarkan dagunya di bahu kiri Neira.

"kita kayak orang pacaran njir, romantis amat.  Andai kalo gue cowok Ay.  Udah dari dulu dah lo gue embat," gurau Neira sambil memegang tangan Aily yg berpegangan di pinggangnya.

Setelah mendengar ucapan Neira, Aily beringsut mundur menjaga jarak.
"ogah gue kalo lo udah kayak gini, jiwa lesbi lu kumat" Aily bergidik ngeri.

"ye santuy lah" ia tertawa renyah.

Setelah itu Neira kembali berceloteh, Aily tetap menyimak namun saat ia tak sengaja menoleh ke arah kanan. Ia terlonjak heboh di belakang Neira. 

Beruntung Neira bisa menyeimbangkan motornya.  Aily menampar bahu Neira keras, berulang-ulang. Baru ingin protes, ucapannya telah disela.

"Ra.. Ra ituu" ucap Aily sembari menunjuk ke depan.

"apaan sih lu  ah gaje amat, sakit ini bahu woyy" jawabnya ketus, belum menyadari apa yg Aily tunjuk.

" liat depan bego, si kakel" ucapnya ngegas.

"kakel apaan? " tanya Neira heran.
Ketika matanya melihat yg dimaksudkan Aily, dia menahan napas. 

Rasanya abstrak ,jika saja dia tidak sedang mengendarai motor sudah dipastikan ia membeku ditempat. Kakinya mati rasa, seakan tulang telah meluruh dari kakinya. 

"Ay, itu bukan dia kan? " tanyanya memastikan, saat itu ia merasakan ada yg menghantam ulu hatinya.

" perlu gue beliin kacamata? "

Setelah percaya yg di depannya itu nyata, ia mempercepat laju motornya agar bisa mengamati lebih jelas. 

" eh iya bener itu dia ay, " jarak motor mereka dan senior itu hanya terhalang 2 motor, aksi stalkernya seolah profesional. 

Dia yakin ia tak akan ketauan sebab ia mengenakan masker hitam beserta helm yg kebesaran. Dia pun sudah melarang Aily menampakkan wajah terang2 an.  Karena mereka bisa tertangkap melalui kaca spion.

"cuyyy kita kurang kerjaan banget dah"

"bagi lo ini kuker, bagi gue ini urgent.  Eh di pikir2 kita kayak tim penyelidik yg ditipi tipi" terdengar kekehan dari mulut Neira.

"oh iya perkenalkan geng, gue Aily saputri bersama rekan gue Neira hermawan" ucap Aily dengan peragaan layaknya acara televisi.

"apaan bangke, hermawan siapa tuh? Bapak lo? kita sedang mengintai target yg lagi pacaran" ucap nya bersungguh-sungguh.

Dear, Kakel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang