Intersection - 1

7.2K 423 14
                                    

Hari masih sangat pagi ketika Risya tiba-tiba meneleponnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari masih sangat pagi ketika Risya tiba-tiba meneleponnya. Rayyan baru saja tidur setelah sholat subuh karena mengerjakan deadline laporan praktikum yang harus dikumpulkan nanti sore. Namun ketika mendengar nada dering khusus untuk panggilan dari Risya, Rayyan dengan kantuk yang masih menguasai tetap berusaha bangun dan mengiyakan ajakan perempuan itu yang meminta ditemani mengulik foto di daerah Braga.

Sebagai redaktur pelaksana pada Lembaga Pers Mahasiswa, Risya memang disibukkan oleh beberapa kegiatan jurnalistik. Mulai dari liputan hingga melakukan riset dan foto di tempat-tempat tertentu ketika senggang. Sehingga tidak jarang Rayyan yang harus siap menerima telepon dari perempuan itu kapan saja dan siap untuk diajak kemana saja.

Rayyan memang sahabat Risya. Teman masa kecil yang hingga saat ini sudah seperti dua sejoli tak terpisahkan. Siapa pun yang melihat kedekatan Rayyan dan Risya, terlebih untuk seseorang yang tidak begitu mengenal keduanya, pasti menganggap Rayyan dan Risya adalah sepasang kekasih. Dan kenyataan bahwa Risya punya Alan tidak jarang tertutupi oleh kerekatan hubungannya dengan Rayyan. Seharusnya Alan yang menjadi orang pertama dalam panggilan Risya ketika perempuan itu membutuhkan bantuan. Bukan malah Rayyan yang Risya anggap tidak lebih dari sekedar sahabat.

"Kamu tidur jam berapa sih, Ray? Muka kamu udah mirip zombie gitu."

Sekilas Rayyan menoleh pada Risya yang tidak berhenti berbicara bahkan sejak ia menjemput perempuan itu di rumahnya. Mulai dari membicarakan laporan praktikumnya yang baru selesai dini hari hingga kucing tetangga yang masuk taman rumahnya dan merusak tanaman hias di sekitar teras. Obrolan random tidak pernah luput ketika Risya berada di sampingnya. Namun yang selalu Rayyan syukuri adalah, bersama Risya, ia tidak pernah merasa bosan. Ia tidak pernah merasa sendirian meski hidup jauh dari keluarganya yang menetap di Semarang. Perempuan di sampingnya ini selalu mampu menghidupkan suasana.

"Habis subuh. Laprakku baru selesai jam setengah lima."

Meski sudah lama tinggal di Bandung, yang cara berbicaranya membawa iklim dari ibu kota, Rayyan tidak pernah membahasakan gue-elo ketika bersama Risya. Satu-satunya perempuan yang mendapat perlakuan berbeda dari teman perempuannya yang lain. Sampai suatu ketika, Rayyan harus memutar otak ketika Risya menyuarakan keheranannya karena Rayyan begitu menjaganya, membuatnya merasa spesial, meski mereka sudah lama tidak bertemu dan hanya bertukar kabar via telepon maupun pesan singkat.

Sebab bagi Risya, Semarang begitu hebat mengubah Rayyan menjadi pribadi yang lebih kalem dan dewasa. Entah karena memang pengaruh dari budaya orang-orang Jawa Tengah yang cenderung kalem, atau memang Rayyan yang sudah bertransformasi menjadi lebih baik. Dan yang terpenting, Risya begitu nyaman dengan pertemanan mereka saat ini dan bagaimana Rayyan menjaganya. Tidak pernah sedikitpun perempuan itu keberatan dengan cara Rayyan menjaga persahabatan mereka.

"Kok nggak bilang sih? Tau begini aku jalan sendiri aja. Emang rapat kabinet selesai jam berapa?"

Tidak tahan dengan omelan Risya yang semi merengek, Rayyan tergelak. Kantuknya memang masih tersisa, namun Rayyan rasa ia tidak memilih keputusan yang salah ketika mengiyakan permintaan Risya.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang