"Ran, tolong direkap semua materi buat lomba, kamu jadikan satu folder. Biar gampang kalau pada mau review ulang."
Alan yang masih sibuk di depan laptop berujar tanpa menoleh pada Rania. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, yang berarti hampir tiga jam Rania berada di ruang tamu kostan Alan. Sedangkan Yudha—satu partner lombanya yang lain—sudah pulang sejak satu jam lalu karena harus mengikuti rapat dadakan yang diadakan oleh UKM laki-laki itu, pun juga harus segera packing untuk keberangkatan mereka ke Medan besok pagi.
Di hadapannya, Rania mengangguk. Perempuan itu masih sibuk menulis beberapa catatan penting pada notebooknya.
"Udah kok, Al. Cuma kurang materi yang tadi siang doang. Ada di laptop kamu, kan?"
"Di flashdiskmu juga ada, tadi udah aku salin. Nanti sampai kostan tolong dirapiin sama diperiksa lagi filenya, Ran."
Lagi-lagi, Rania mengangguk. Setelah bermenit-menit fokus pada kegiatan masing-masing, Rania melirik Alan.
"Al," panggil Rania, lirih.
Alan menoleh. "Apa?"
"Boleh curhat, nggak?"
Mendengarnya, Alan tersenyum. Rania dengan wajah kusut sejak tiba di kostannya, yang ia tebak tidak dalam keadaan baik-baik saja, ternyata benar adanya. Namun Alan juga sadar bahwa sejak tadi, perempuan itu berusaha menahannya.
"Biasanya juga langsung curhat."
Rania tersenyum. Kemudian menutup notebooknya yang telah penuh dengan catatan materi. "Kamu serius banget dari tadi, aku nggak enak mau ganggu. But right now, I can't handle this feeling."
Alan lebih dulu mensleep laptopnya sebelum memfokuskan menatap Rania. "Cerita aja, Ran."
"LPM lagi ada masalah, Al. Risya mungkin udah cerita ke kamu, dengan versi dia. Aku bukan mau nyalahin Risya, but sometimes I think, Risya itu egois."
"Egois gimana?"
Rania kira, Alan akan langsung kesal mendengar Risya yang dipasangkan dengan kata egois. Tetapi laki-laki itu malah bertanya dengan nada tenang. Membuat Rania sedikit lebih percaya diri untuk meminta pendapat dari laki-laki itu.
Kemudian selama hampir lima belas menit, Rania menceritakan seluruh keresahannya. Mulai dari perdebatan antara Risya dan dirinya di sekre, majalah yang merupakan program kerja LPM terbesar nyaris gagal karena Risya mendadak menghilang, hingga pertengkarannya dengan Risya di selasar Teknik Sipil kemarin sore. Lengkap, tidak ada yang terlewat. Sebab Rania tidak ingin Alan menjadi salah persepsi dan menyalahkan Risya ataupun dirinya. Rania ingin bercerita sebab perempuan itu butuh saran, bukan tuduhan.
Alan tidak langsung menimpali. Laki-laki itu lebih dulu menyesap kopinya yang telah dingin sebelum kembali menatap Rania.
"Kamu kesel karena Risya ninggalin prokernya atau karena dia mikir kalau waktunya nggak Cuma buat LPM aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Intersection ✔
RomansaBagi Risya, Rayyan adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya, lebih daripada siapa pun. Bagi Risya, segala hal lebih mudah dilakukan ketika Rayyan berada disampingnya. Bagi Rayyan, Risya adalah satu dari segelintir orang yang pendapatny...