Intersection - 15

1.4K 180 2
                                    

Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam ketika Rayyan sampai kostannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam ketika Rayyan sampai kostannya. Laki-laki itu keheranan ketika mendapati Alan yang masih berada di ruang tamu dengan laptop menyala di depan laki-laki itu. Di samping laptopnya, tergeletak dua kaleng kopi instan yang Rayyan tebak telah laki-laki itu tandaskan.

Maka, alih-alih langsung masuk ke kamarnya, Rayyan memutuskan untuk duduk pada kursi di depan Alan. Membuat temannya itu mendongak sekilas sebelum kembali fokus pada laptop.

"Ngapain lo jam segini belum tidur?"

"Udah tau gue lagi nugas, pake nanya."

Mendengarnya, Rayyan terkekeh. "Buset dah, galak bener. Nggak kangen lo sama gue?"

Alan kontan berdecak. "Lo mending tidur dah, Ray. Dateng-dateng malah ngerusuh."

Rayyan terkekeh lagi. Namun tetap tidak beranjak dari tempatnya. Sebab mengganggu Alan yang sedang mengerjakan tugas adalah salah satu bentuk relaksasi. Selain butuh istirahat, Rayyan juga membutuhkan sedikit hiburan untuk membayar harinya yang padat.

Setelah pulang dari bandara, Rayyan memang belum beristirahat. Kesibukannya di kabinet dan tugas yang menumpuk meski baru ia tinggal satu hari membuat laki-laki itu tidak sempat merebahkan diri barang satu menitpun.

"Masih banyak tugas lo?"

Kernyitan muncul pada dahi Alan. Laki-laki itu balas menatap Rayyan yang kini bersandar pada punggung kursi. "Kenapa?"

"Kayak cewek aja lo. Gue tanya, malah balik tanya."

Kontan, Alan mendengus. Kesal karena kegiatannya mengerjakan tugas terinterupsi. Namun juga penasaran dengan gelagat Rayyan. Temannya itu tidak mungkin bertanya tanpa sebab. Rayyan yang memiliki lebih banyak kesibukan daripada dirinya tentu tidak akan mau membuang-buang waktu hanya untuk sekedar berbasa-basi.

"Banyak banget. Tapi kalau lo lagi pengen cerita, gue dengerin."

"Jadi lo ngira gue mau cerita tiap dateng ke lo?"

Alan tersenyum samar. Kini matanya menatap Rayyan yang terlihat lelah. Keheranan karena Rayyan masih bisa berdiri tegak sedangkan kesibukannya sering merebut jam istirahat laki-laki itu.

"Gue nggak mungkin salah ngenalin lo. Buruan dah kalau mau cerita, tugas gue harus kelar sebelum subuh."

Rayyan menanggapinya dengan senyum serupa. Alan benar, laki-laki itu tidak mungkin salah mengenalinya sebab mereka telah mengerti satu sama lain. Namun yang sangat Rayyan sayangkan adalah hal tersebut tidak bisa laki-laki itu lakukan pada Risya.

"Tadi cewek lo nangis-nangis ke gue."

Jari-jari Alan yang awalnya menari di atas keyboard sontak terhenti. Jelas Alan tidak salah dengar. Meski telah menebak bahwa pertengkaran antara dirinya dan Risya akan Rayyan ketahui, Alan tetap tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Terlebih ketika mengetahui bahwa Risya menangis pada sahabatnya itu.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang