Intersection - 5

2K 238 9
                                    

"Maafin aku ya, Ray,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maafin aku ya, Ray,"

Rayyan yang sedang menikmati milonya, mendongak menatap Risya. Setelah perdebatannya dengan Alan, Risya terlihat begitu pasrah ketika Rayyan membawa perempuan itu menuju McD di Simpang Dago. Sebagai usaha untuk mengembalikan mood Risya yang sudah terjun bebas.

"For what?"

"Yang tadi. Harusnya kamu nggak lihat aku debat sama Alan,"

Rayyan tersenyum mendengarnya. Mengembalikan mood Risya nyatanya semudah membalikkan telapak tangan. Hanya dengan satu paket andalan McD, perempuan itu bisa kembali tersenyum. "Nggak apa-apa, Ris. Lain kali jangan ngomong sambil emosi, aku tau kamu kesel sama Alan, tapi Alan juga nggak punya pilihan lain."

"Sebenernya bukan kesibukan Alan yang bikin aku sebel, Ray. Tapi karena akhir-akhir ini, Alan jadi makin sering sama Rania, apa-apa bareng Rania. Ke kampus tengah malem juga sama Rania. Ngerjain tugas, harus sama Rania. Cari sarapan, juga sama Rania. Aku tahu mereka satu organisasi, satu jurusan. Tapi masa Alan nggak bisa mikir kalau harusnya nggak bikin Rania selalu bisa menumpukan apa-apa ke dia. Aku yang pacarnya aja ditinggalin mulu, masa ini cuma temen biasa, kemana-mana harus sama Alan,"

Rayyan lebih dulu menghabiskan gigitan burger terakhirnya sebelum menanggapi keluhan Risya. Ia tidak pernah menyangka bahwa Risya menyuarakan satu keresahan yang juga menjadi keresahannya akhir-akhir ini.

"Bukannya mereka emang deket dari dulu, Ris?" Tidak ingin membuat Risya semakin kepikiran, Rayyan berusaha netral meski sejujurnya laki-laki itu juga sempat menyadari bagaimana kedekatan Alan dan Rania yang mulai terasa tidak wajar.

Risya mengangguk. Tidak lagi mencamili fried friesnya yang tersisa beberapa potong. Tanda bahwa perempuan itu benar-benar ingin membahas hal ini bersama Rayyan. "Iya, Alan memang masih kayak dulu, tapi aku nggak lihat itu di Rania. Aku perempuan, Ray. Aku nggak bodoh untuk mengartikan mana yang tatapan kagum, mana yang tertarik dan pengen memiliki. Aku tau ini wajar karena siapapun berhak buat tertarik ke Alan. Alan mungkin nggak merasa terganggu dengan itu. Tapi aku yang nggak nyaman kalau sampai ada yang berani memanfaatkan kesempatan kenal sama Alan untuk bisa lebih deket sama dia."

"Emang Rania kelihatan memanfaatkan kesempatan itu?"

"Emang kamu nggak sadar?" Bukannya menjawab, Risya malah melempar pertanyaan untuk sahabatnya itu.

Alih-alih langsung menjawab, Rayyan menyeruput milonya lebih dulu. Membuat Risya tersadar bahwa sahabatnya itu memiliki pemikiran yang sama namun tidak ingin menyuarakannya di depan Risya. Tidak jika akhirnya membuat perempuan itu menjadi insecure atas dirinya sendiri.

"I know you so well, Ray. Kernyitan di dahi kamu nggak bisa nutupin kalau kamu juga mikirin ini,"

Rayyan sontak tergelak, membuat segelintir pengunjung McD menoleh ke arah laki-laki tampan itu. Namun tampaknya Rayyan tidak ingin peduli sebab melihat Risya yang cemberut adalah pemandangan yang begitu tidak ingin ia lewatkan.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang