Intersection - 25

2K 202 22
                                    

"Ris?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ris?"

Rayyan tidak bisa menahan kekagetannya ketika mendapati Risya di depan sekre kabinet. Malam ini, kabinet memang tidak ada jadwal rapat atau kegiatan apapun, sehingga tidak ada yang menghuni sekre. Dan mendapati perempuan itu duduk seorang diri di sana, di kursi yang ada di depan kabinet, membuat dada Rayyan mencelos.

Melihat Rayyan, Risya segera beranjak. "Ray, aku—"

"Kamu ngapain di sini, Ris?" potong Rayyan begitu laki-laki itu mencapai tempat Risya berdiri. Melupakan Faiza dan Anggi yang mengekor di belakangnya.

"Aku nungguin kamu. Tadi aku—"

Risya belum selesai bicara ketika Rayyan tiba-tiba memeluknya. Sontak, rasa hangat menjalar pada tubuhnya. Terlebih ketika mendengar degup jantung Rayyan yang beritme cepat. Rasanya menenangkan, meski ia cukup kaget dengan gestur Rayyan yang tiba-tiba.

Dari balik punggung Rayyan, berdiri Faiza dan Anggi—yang Risya kenal sebagai pengurus kabinet—yang terlihat canggung. Membuat Risya mengurungkan niatnya membalas pelukan Rayyan.

"Ray, ada Faiza sama Anggi," bisik Risya, yang kemudian membuat Rayyan sadar, dan melepaskan kungkungan lengannya pada bahu perempuan itu.

"Nggi, Faiza pulang bareng lo, nggak apa-apa? Gue masih mau ngobrol sama Risya. Dokumen-dokumen yang lo pegang, direkap besok pagi aja kalau pada capek. Biar nggak kemaleman sampai kostan."

Di depan mereka, Anggi berdiri dengan raut wajah kalem. "It's okay. Ris, tolong jagain ya. Dari tadi dia nggak fokus."

Risya mengangguk dan tersenyum pada mahasiswa Desain Komunikasi Visual itu. Terlalu sering bersama Rayyan, membuat Risya mengenal hampir seluruh pengurus kabinet periode saat ini. Rayyan selalu mengatakan padanya bahwa teman laki-laki itu, juga menjadi teman Risya. Mengingatnya, dada Risya menghangat. Sebab sangat menyenangkan masuk ke dalam circle pertemanan laki-laki itu.

"Kalau kalian masih ada keperluan di sekre, gue bisa nunggu kok," ujar Risya, kemudian menoleh pada Rayyan.

"Aku bisa bisa nunggu, Ray," katanya lagi, pada Rayyan.

Jika biasanya laki-laki itu menyetujui ucapan Risya, kini malah sebaliknya.

"Temen-temen udah pada capek, jadi—"

"Bukannya tadi lo bilang kita sekalian ngerekap malem ini? Please, Ray, jangan karena ada Risya, lo jadi mengesampingkan tanggung jawab." Faiza memotong ucapan Rayyan dengan tegas dan berani. Perempuan yang disebut-sebut naksir berat pada Rayyan itu kini mengalihkan tatapannya pada Risya. "Gue nggak peduli lo siapanya Ray. Tapi gue minta, jangan bikin dia seenaknya cancel rencana awal kita."

Risya menghela napas. Ia benar-benar tidak mood untuk meladeni Faiza yang cemburu buta padanya. Pun pada hari biasa, Faiza bukan levelnya dalam memenangkan setiap perhatian Rayyan, karena Risya selalu menang bahkan tanpa perempuan itu berusaha.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang