Hai, hai.
Kangen, nggak?
Part ini aku dedikasikan untuk teman-teman yang setia menunggu 'Intersection'.
Happy reading, Peeps!
***
Memasuki pekan Ujian Akhir Semester (UAS), Risya semakin disibukkan dengan berbagai praktikum. Perempuan itu juga harus melengkapi beberapa tugasnya yang sempat terbengkalai dan menyusul ketertinggalan materi selama ia dirawat di rumah sakit satu bulan yang lalu. Selama itu pula, Risya benar-benar memberi jarak antara dirinya dan Rayyan. Bahkan memberi kesempatan laki-laki itu untuk berbicara dengannya, tidak perempuan itu lakukan.
Berminggu-minggu, Risya membiarkan Rayyan dengan asumsinya, dengan perasaannya yang bagi Risya sangat menyakitkan. Sebab ketika ia mencoba memberi Rayyan kesempatan, hatinya selalu menolak. Mungkin nanti, ketika perasaannya membaik, ketika yang ia ingat hanya Rayyan dengan segala kebaikannya tanpa embel-embel karena ingin terlihat pantas untuk Risya. Perempuan itu akan memberinya kesempatan. Sekali lagi, setidaknya untuk memperbaiki kekacauan di antara keduanya. Atau mungkin saja ada miracle dalam waktu dekat. Namun Risya tidak bisa memastikannya dengan benar-benar.
"Tumben jam segini udah kelihatan di kantin."
Risya sontak menoleh. Perempuan itu mendapati Rania berdiri di sampingnya. Ikut memesan soto betawi. "Mau ketemu dosen, Ran."
"Jam berapa?"
Risya melirik arloji pada pergelangan tangan kirinya. "Satu jam lagi. Kamu ada kelas?"
Rania menggeleng sembari mengekori Risya yang memilih tempat duduk.
"Mau ke perpus. Mumpung jadwal kuliah lagi kosong."
Risya tidak menimpali lagi karena sibuk menghabiskan sarapannya. Sudah lama sekali rasanya ia tidak merasakan perasaan ini. Duduk di depan Rania dengan perasaan lega. Dengan perasaan ikhlas atas segala yang pernah terjadi di antara mereka. Meski tidak ada kata maaf yang terlontar, namun interaksi mereka saat ini, lebih dari cukup untuk keduanya.
"What do you feel, Ris?"
Risya tampak kaget mendengarnya. Perempuan itu lebih dulu meneguk minumannya sebelum menjawab, "tentang apa?"
"Kita."
"Lebih dari sekedar lega," ujar Risya pelan. "Kalau diingat-ingat, lucu aja, cuma karena Alan kita jadi kayak gini, and I know, I'm too childlish."
Rania menggeleng. "Nggak juga. Cara orang nanggepin sesuatu kan beda-beda, Ris. Kita juga sempat chaos gara-gara LPM yang makin nggak karuan. But... it's okay. Semua udah berlalu. Aku seneng kamu bisa bangkit lagi, bisa menyelesaikan apapun yang udah kita mulai di LPM. Kalau bicara gagal, kita yang andil bikin kegagalan itu ada. Jadi aku nggak pengen kamu menyalahkan dirimu sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Intersection ✔
RomanceBagi Risya, Rayyan adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya, lebih daripada siapa pun. Bagi Risya, segala hal lebih mudah dilakukan ketika Rayyan berada disampingnya. Bagi Rayyan, Risya adalah satu dari segelintir orang yang pendapatny...