Intersection - 20

1.7K 187 21
                                    

"Dari mana aja jam segini baru pulang, Kak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dari mana aja jam segini baru pulang, Kak?"

Risya tersentak, ketika ia masuk dari pintu samping rumah yang terhubung dengan garasi, Papanya berdiri tidak jauh dari pintu. Padahal Tari mengatakan pada Risya bahwa Papanya tidak tidur di rumah, dan hanya datang sebentar. Membuat Risya memutuskan untuk langsung pulang dari kampus setelah berjam-jam mendekam di Campus Centre Timur untuk mengerjakan tugas, alih-alih mampir ke suatu tempat untuk menghindari Papanya. Sebuah hal yang telah ia lakukan akhir-akhir ini.

"Dari kampus, Pa." Risya menjawab simple. Berharap Papanya tidak membombardir dengan berbagai pertanyaan. Namun ia tahu bahwa hal itu mustahil. Mengetahui Papanya yang berdiri di depan Risya dengan tatapan tajam, ia tidak akan lepas dengan mudah.

"Ini udah jam sepuluh, Kak. Emang kuliah sampai jam segini?"

"Risya banyak kegiatan di kampus, Pa. Ngerjain tugas juga barusan."

"Kegiatan apa sampai jam segini? Kamu perempuan loh, Kak. Ngerjain tugas kan juga bisa di rumah? Emang wi-finya nggak bisa? Papa udah bayar tagihannya minggu lalu, kan?"

Risya menghela napas. Selalu tentang materi. Papanya bahkan tidak berusaha menyadari bahwa perubahan sikap Risya bukan berasal dari hal tersebut. Melainkan hal-hal krusial lainnya.

"Papa tau kebiasaanmu dan Papa nggak suka kamu jadi perempuan yang kelayapan malam-malam gini," ujar Papanya lagi, setelah tidak mendapat tanggapan dari Risya. "Papa kuliahkan kamu supaya jadi orang yang berguna. Jangan karena kamu udah dewasa, maka kamu merasa berhak dan bebas melakukan apa yang kamu mau. Kamu mau jadi kayak Mama kamu yang nggak punya waktu buat keluarga karena terlalu sibuk di luar sana? Gitu, Kak?"

Mendengarnya, Risya terenyak. Papanya yang kini berdiri di dekat sekat antara ruang keluarga dan ruang makan, bukanlah Papa yang ia kenal selama ini. Tatapan laki-laki paruh baya kesayangan Risya itu menajam.

"Kenapa jadi bahas sampai sana sih, Pa? Kalau Papa kesel karena Mama belum pulang, ya marahnya ke Mama. Jangan dilampiasin ke Risya."

"Papa ngasih kamu contoh yang harusnya nggak kamu tiru."

Risya menggeleng, mendengarnya. Decakan keluar dari bibir perempuan itu. "Contoh apa, Pa? Contoh supaya Risya kelayapan terus? Papa sama Mama kan sama aja, semua dianggap bisa diselesaikan sama uang. Papa juga pasti mikir, selama uang bulanan Risya sama Tari cukup, semua tagihan di rumah terbayar, everything's clear. Gitu kan, Pa? Papa pernah nggak kepikiran kalau sebenernya Risya lebih butuh Papa yang di rumah?"

Alvin tidak langsung menjawab rentetan penuturan Risya. Laki-laki paruh baya itu lebih dulu bersandar pada buffet di sampingnya, sebelum menatap bola mata Risya yang berkaca-kaca.

"Siapa yang ngajarin kamu kurang ajar gini, Kak? Papa lagi marah sama kamu. Jangan mengalihkan pembicaraan." Suara Papanya terdengar tegas. Namun tetap tidak membuat Risya takut dan mundur. Perempuan itu malah mengangguk dengan berani.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang