Bagi Risya, Rayyan adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya, lebih daripada siapa pun. Bagi Risya, segala hal lebih mudah dilakukan ketika Rayyan berada disampingnya.
Bagi Rayyan, Risya adalah satu dari segelintir orang yang pendapatny...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu bulan berlalu, namun hubungan antara Risya dan Ray semakin renggang. Keduanya tidak lagi bertegur sapa. Lebih tepatnya, Risya yang selalu berusaha menghindari Rayyan pada setiap kesempatan. Bahkan membalas pesannya saja, tidak perempuan itu lakukan.
Setelah melewati pekan UTS yang hectic, Rayyan masih disibukkan dengan berbagai kegiatan di kabinet. Sehingga ia semakin kesulitan mencari waktu untuk berbicara dengan Risya. Sebab selepas kuliah, setiap Rayyan akan mengejar perempuan itu, Risya selalu melempar berbagai alasan. Juga tidak jarang menghindari Rayyan dengan cepat-cepat keluar kelas setelah perkuliahan diakhiri. Sedangkan Rayyan dihadapkan oleh berbagai tanggung jawab di kabinet dan tidak bisa setiap hari mengejar Risya.
Bahkan hari ini Rayyan tidak sempat menghampiri Risya karena Derian memintanya segera menuju sekre. Rencananya untuk mengajak Risya berbicara terpaksa ia gagalkan.
"Ray, tadi gue ketemu Risya."
Rayyan sedang fokus membaca sambil mengoreksi proposal ketika Ferdi, tidak ada angin-tidak ada hujan, tiba-tiba mengatakan hal tersebut. Namun mendengar nama Risya, Rayyan tidak bisa tidak menoleh.
"Di mana?"
"Di kantin. Gue ajak ke sini, nggak mau. Gue tawarin titip salam buat lo, juga nggak mau. Lagi pisah ranjang lo sama dia?"
Rayyan mendengus. "Nggak usah ngaco lo."
Meski fokusnya mendadak pecah, ia berusaha kembali membaca proposal di tangannya. Dada Rayyan terasa nyeri membayangkan Risya yang sangat ingin menjauhinya. Tidak pernah sedikitpun ia terpikir bahwa akan ada kejadian seperti ini. Bahwa perempuan yang beberapa minggu lalu masih begitu akrab dengannya, mendatanginya jika ada masalah, kini menjauh begitu saja. Bahkan menolak untuk ditemui.
"Kalau gitu, gue mau nanya serius. Lo lagi ada masalah sama Risya?"
Rayyan tidak langsung menjawab. Laki-laki itu lebih dulu membubuhi proposal di tangannya dengan berbagai koreksi.
"Ngaruh ke kinerja gue, Fer?"
Ferdi langsung menggeleng. Laki-laki yang duduk bersila di depan Rayyan itu kemudian mengeluarkan satu kotak susu coklat dari dalam tas plastik yang dibawanya. Dan diberikan sekotak susu tersebut pada Rayyan tanpa banyak bicara. Sebab para pengurus kabinet sangat mengenal Rayyan. Jika ingin berbicara dengan laki-laki itu, hanya perlu satu kotak susu coklat, maka Rayyan akan bersuara. Melebihi yang diekspektasikan.
"Analoginya gini, Ray. Gue sama Derian kan udah dekat banget. Kalau dia ada masalah, gue sebagai orang yang kenal dia banget, juga bakal ikutan pusing."
Rayyan terkekeh mendengarnya. Menyeruput lebih dulu susu coklat pemberian Ferdi sebelum menimpali ucapan laki-laki itu.
"Tumben lo perhatian? Ngeri gue."
"Demi presiden kebanggaan gue. Gue ngomong gini bukan karena kinerja lo menurun. Temen-temen tetap lihat lo sebagai Ray yang bertanggung jawab. Jadi gue beneran nanya sebagai temen lo, Ray. Gue kalau ada masalah minta bantuannya ke lo sama Derian. Jadi sebelum lo minta ke gue, gue mau inisiatif duluan."