Intersection - 9

1.5K 181 2
                                    

"Kemana aja lo semalem?" tanya Alan sembari meletakkan satu bungkus nasi dan ayam bakar kesukaan Rayyan di atas meja, lengkap dengan minuman dan satu set alat makannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kemana aja lo semalem?" tanya Alan sembari meletakkan satu bungkus nasi dan ayam bakar kesukaan Rayyan di atas meja, lengkap dengan minuman dan satu set alat makannya.

Laki-laki yang saat ini duduk menghadap laptopnya dengan wajah lelah hanya mendongak sekilas menatap Alan sebelum kembali fokus. "Rakoor baru selesai jam dua, jadi gue sekalian nugas di kosan Darrel."

Mendengarnya, Alan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berdecak heran. Meski sadar bahwa kesibukan temannya itu tidak main-main. Rayyan yang menjabat sebagai sebagai presiden mahasiswa juga memiliki tanggung jawab untuk segera menyelesaikan kuliahnya. Termasuk menggarap tugas akhir dan laporan praktikum yang tidak ada habisnya.

"Nggak tidur lo semaleman?"

Rayyan menggeleng, kemudian menutup laptopnya yang telah ia atur dalam mode sleep.

"Gue ada kelas pagi dan laprak baru kelar pas adzan Subuh. Jadi gue sekalian numpang mandi di kosan Darrel sebelum ke kampus," ujar Rayyan sembari membuka nasi bungkus yang Alan bawakan untuknya.

Meski sempat mengomel di telepon karena malas antri untuk membeli nasi ayam bakar langganan Rayyan, laki-laki itu tetap melakukannya. Sehingga tanpa basa-basi, karena Alan sudah tentu makan lebih dulu, Rayyan menyantap ayam bakar tersebut dengan lahap. Mendadak ingat bahwa ia tidak makan sejak sore kemarin. Terlalu banyak kegiatan yang menyita waktunya. Sampai untuk makan saja, rasanya Rayyan tidak sempat. Kalau tidak salah, kemarin ia hanya mengganjal perut dengan satu bungkus roti pemberian Sella.

"Kalau babysitter lo tau, gue nggak ikut-ikutan."

Rayyan mendengus dengan mulut penuh nasi. Laki-laki itu lebih dulu menyeruput tehnya sebelum membalas celetukan Alan yang tidak jarang terjadi. "Ya lo jangan bilang, Al. Gue nggak mau Risya repot-repot bawain gue makanan sehat selama seminggu kayak dulu lagi."

"Lah kan malah enak, Ray."

Kali ini Rayyan mengangguk. "Enak di gue, nggak enak di Risya. Eh, gue lupa terus mau ngomong, kemarin lusa gue ketemu Om Alvin, Al."

Alan sontak mengernyit. Namun pada detik berikutnya, kekagetan laki-laki itu berganti dengan kecemasan dalam wajahnya.

"Ketemu dimana? Risya tau?"

"Di depot ayam bakar," ujar Rayyan sebelum kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Menjeda sejenak sebelum kembali berujar. "Gue belum nemu waktu yang pas buat ngomong ke Risya. Takut dia kepikiran. Lo tau sendiri gimana sensitifnya Risya kalau udah ngomongin keluarganya."

Alan mengangguk pelan. Seolah menyetujui tindakan Rayyan. "Tapi lo tetep harus ngomong ke Risya kalau lo abis ketemu Papanya. Dia kemarin ngeluh ke gue, katanya kangen Om Alvin. Udah dua minggu nggak pulang ke rumah, Cuma ngasih kabar lewat telepon. Sedih gue ngeliat Risya yang makin hari makin nggak bisa ngerasain bahagia di rumahnya sendiri."

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang