Intersection - 11

1.4K 179 8
                                    

Risya meletakkan satu tas plastik besar berisi beberapa camilan di atas meja tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Risya meletakkan satu tas plastik besar berisi beberapa camilan di atas meja tamu. Perempuan itu harus menelepon Alan berkali-kali yang baru diterima pada panggilan kesepuluh untuk masuk ke tempat kost pacarnya. Rayyan yang tinggal bersama Alan pun tidak bisa diandalkan. Antara laki-laki itu sedang sibuk, atau masih tertidur di kamarnya. Sebab berkali-kali Risya juga mencoba menghubungi nomornya, tidak ada satu pun panggilan yang terjawab.

Risya tidak bisa menahan senyumnya ketika mendapati wajah Alan yang masih mengantuk. Seolah tahu bahwa Risya membawakan untuknya, Alan mengambil satu teh botol dari dalam tas plastik dan meneguknya hingga tersisa setengah.

"Baru bangun, bukannya minum air putih dulu," omel Risya sembari membuka kotak makan berisi menu andalannya, nasi goreng dengan potongan nugget ayam dan sosis.

Risya mendongak ketika mendapati Alan yang beranjak dari duduknya. "Mau kemana? Ini makan dulu, Al."

"Mau ambil piring sama sendok."

Risya menggeleng. Kemudian meletakkan kotak makan tersebut di depan Alan lengkap dengan sendoknya. "Nggak usah, ini buat kamu semua. Aku udah sarapan sebelum kesini."

"Bagi dua aja sama Ray, dia—"

"Aku udah bawain juga buat Ray, Sayang," ujar Risya gemas. Satu tangannya menarik tangan Alan, meminta laki-laki itu kembali duduk.

Mendengar sapaan manis yang jarang sekali terlontar dari bibir Risya mendadak menjadi doping bagi Alan. Pasalnya Risya jarang sekali melakukan hal-hal cheesy padanya.

"Aku kayak ABG kalau gini, dipanggil sayang langsung ambyar, Ris."

Mendengarnya, Risya tergelak. Perempuan itu mengusak rambut Alan yang berantakan dengan gemas. Beruntung meja yang memisahkan keduanya tidak lebih dari setengah meter, membuat Risya leluasa melakukannya.

"Please ya, Al. Kamu mau ke Jakarta, jangan bikin aku pengen ngabisin waktu bareng kamu hari ini."

Tanpa Risya duga, Alan mengangguk dan tersenyum menatap Risya. "Ayo. Kamu maunya kemana?"

"Jangan ngaco deh. Lebih baik kamu siap-siap aja. Berangkat nanti sore, kan? Jadi nyetir sendiri?"

Alan mengangguk. "Sekarang masih jam 11. Nggak masalah kalau main sebentar. Lagian aku udah siap-siap kok. Semalem packing beberapa baju sama buku yang perlu aku bawa. Aku kangen nyetir ditemenin kamu sambil ngobrol banyak hal, Ris. Sadar nggak kalau kita udah mulai jarang quality time?"

Lagi, Risya tidak bisa menahan senyumnya. Alan benar, rasanya mereka mulai jarang menghabiskan waktu bersama. Kesibukan Alan dan Risya yang jadwalnya sering bentrok, lalu tugas kuliah di pertengahan semester juga mulai menggunung, membuat keduanya tidak bisa mengisi waktu satu sama lain.

"Abis kamu balik dari Jakarta aja, ya? Nanti kamu juga harus nyetir, Al. Aku temenin disini sampai sore, sampai kamu berangkat deh."

Namun belum sempat Alan menimpali. Deru mobil di depan gerbang menginterupsi. Risya spontan mendengus ketika mendapati mobil Rania berhenti di seberang jalan. Membuat Alan yang duduk di hadapannya tidak bisa menahan senyum. Gemas dengan spontanitas Risya yang menunjukkan bahwa perempuan itu cemburu.

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang