Intersection - 29

2.3K 229 40
                                    

Jam masih menunjukkan pukul dua dini hari ketika Alan terbangun karena haus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam masih menunjukkan pukul dua dini hari ketika Alan terbangun karena haus. Ketika akan menuju dapur untuk mengambil minum, ia mendapati lampu ruang tamu masih menyala, dengan Rayyan yang sedang fokus di depan laptopnya.

Setelah mengambil minum, laki-laki itu tidak langsung kembali ke kamarnya. Melainkan menghampiri Rayyan yang terlihat serius. Ketika Alan mendekat, laki-laki itu hanya menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada laptop.

"Nugas, Ray?" tanya Alan, membuka obrolan setelah meneguk habis air dalam gelas yang dibawanya.

Rayyan mengangguk. Bermenit-menit hening mengisi keduanya. Alan sengaja menyalakan televisi. Hingga akhirnya Rayyan bersuara.

"Gue minta maaf, Al."

Alan terlihat kaget. Laki-laki itu mengalihkan tatapannya pada Rayyan yang terlihat lelah.. "Buat apa?"

"Udah nonjok lo. Waktu itu gue kalap. Nggak bisa mikir apa-apa lagi waktu dengar kabar dari Risya."

Laki-laki yang telah menjadi sahabatnya sejak menginjakkan kaki di ITB itu terkekeh. "Santai, Ray. Gue pantes dapetin itu. Lagian lo kayak sama siapa aja pakai minta maaf segala."

Rayyan ikut tersenyum mendengarnya. Kelegaan sontak memenuhi rongga dadanya. Sebab selama satu bulan terakhir, keduanya dalam keadaan yang sangat canggung. Meski tetap bertegur sapa, baik Rayyan maupun Alan tidak menampik bahwa sedang ada dinding yang memisahkan mereka. Dan Rayyan bersyukur dinding tersebut akhirnya berhasil ia runtuhkan.

"Jadi gue ketinggalan apa aja selama sebulan?"

Rayyan tidak langsung menjawab. Laki-laki itu lebih dulu menyesap kopinya, pelan. Mengulur waktu dan menyusun jawaban.

"Gue mau minta maaf dulu ke lo, Al."

"Buat apaan lagi?"

"Harusnya gue nggak sayang sama Risya. Dulu atau sekarang, perasaan gue buat dia salah banget."

Alan terlihat bingung. Berusaha mencerna penuturan Rayyan hingga beberapa menit. Juga menguraikannya dengan beberapa hal yang terjadi dalam kurun waktu satu satu bulan terakhir.

"Maksud lo, Risya tau perasaan lo buat dia?"

Rayyan mengangguk tanpa ragu. Yang kemudian disela kembali oleh Alan sebelum laki-laki sempat menambahkan.

"Bentar, gue mau ngasih tau lo dulu," ujar Alan sembari menegakkan punggungnya. "Gue nggak pernah nyalahin perasaan lo buat Risya, mau itu dulu atau sekarang. Wajar kalau lo punya perasaan lebih ke dia. Apalagi kalian dekat banget. Lo yang dicari Risya pertama kali tiap dia butuh sandaran, lo yang dikabarin Risya pertama kali tiap dia seneng. Gue nggak bakal marah. Lo sahabatnya, orang yang penting buat dia. Jadi jangan minta maaf. Lo juga temen gue, Ray. Lo kenal gue. Gue nggak sebego itu buat nyalahin hal yang bahkan muncul tanpa bisa dicegah."

"Tapi Risya nggak ngelihat gue sepenting yang lo pikir, Al."

Mantan pacar Risya itu mengerutkan dahi. "Lo udah confess ke Risya?"

Intersection ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang