"Ada yang mau ditanyain lagi?"
Rayyan, pemimpin rapat malam ini bertanya sekali lagi pada teman-temannya. Namun tetap mendapat gelengan. Membuat laki-laki itu menutup rapat setelah sekretaris kabinet menyampaikan notula rapat.
"Ada yang lihat HP gue nggak?" tanya Rayyan ketika tidak menemukan benda pipih tersebut dalam ranselnya.
Pasalnya, selama rapat berlangsung, Rayyan tidak melihat ponselnya sedetikpun. Entah dimana laki-laki itu meletakkan benda tersebut. Terakhir ia memegang ponsel, ketika Risya meneleponnya beberapa jam lalu.
"Tadi lo naruh dimana?"
"Lupa, Sel," jawab Rayyan sembari terus mencari. Di rak buku, meja komputer, bahkan hingga di lemari dokumen. Namun tidak membuahkan hasil.
"Bentar, bentar, gue coba telepon." Derian yang akan beranjak pulang kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Laki-laki itu menoleh pada Rayyan. "Tersambung nih, tapi nggak kedengeran deringnya. Lo silent, Ray?"
Rayyan mengangguk, namun terlihat ragu. "Kayaknya, gue lupa banget. Tapi nggak mungkin hilang, paling keselip di sekitar sini."
"Ini HP lo, Ray."
Faiza dengan santai mengambil ponsel Rayyan yang terselip di sela-sela tumpukan buku yang ada di bawah meja komputer. Perempuan itu langsung dihadiahi tepuk tangan dan sorakan dari teman-temannya yang masih berada di dalam sekre.
"Wah, udah cocok lo jadi asisten presiden, Za."
"Mantep temen gue. Tembak, Ray, tembak!"
"Udahlah, di luar ada Risya, di dalem ada Faiza."
Faiza mendengus, mendengar celetukan teman-temannya yang tumpang-tindih. "Berisik lo pada. Cuma nemuin HP begini doang. Lagian Ray kebiasaan banget, HP dia yang naruh sendiri, lupa sendiri."
Rayyan terkekeh. Kemudian menerima ponselnya dengan senyum lebar. "Thank you, Za. Lo kenapa jadi kayak Mama gue dah. Tiap gue kehilangan barang di rumah, yang nemuin pasti Mama."
"Waduuuh, udah disamain sama Mamanya. Selangkah lebih maju dari Risya nggak tuh?" Derian ikut menimpali, yang tidak Rayyan gubris. Sebab suasana seperti ini memang sering terjadi di dalam sekre.
Sella yang sedang merapikan beberapa dokumen di dekat lemari ikut tergelak. "Temen gue jangan lo kasih harapan palsu, Ray. Iya, iya. Nggak, nggak."
"Lo pikir Faiza bukan temen gue?!" ujar Rayyan dengan nada kesal, meski bibirnya masih tersenyum. "Udah ah, pada pulang sono. Yang mau nebeng gue selain Faiza, siapa?"
"Gue sama Rian aja," jawab Sella sembari meminta Derian menunggu. Membuat Rayyan akhirnya beranjak, meminta Faiza mengikutinya.
Namun ketika akan keluar dari sekre, ponsel dalam genggamannya yang belum sempat ia cek, layarnya menyala. Ternyata mode berdering dan getarnya, Rayyan matikan. Sehingga ketika notifikasi masuk, hanya layarnya saja yang menyala. Tidak ada dering, maupun getar sebagai penanda lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intersection ✔
RomanceBagi Risya, Rayyan adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya, lebih daripada siapa pun. Bagi Risya, segala hal lebih mudah dilakukan ketika Rayyan berada disampingnya. Bagi Rayyan, Risya adalah satu dari segelintir orang yang pendapatny...