4

1.9K 190 2
                                    

Jihoon terdiam melihat ku yang sudah berada di sofa sejak pagi, ia tak mau bicara dengan ku sejak tadi, entah apa sebenarnya yang dipikirkannya. Ia hanya melihat di dekat pintu, aku tak sempat menyapanya karena tamu undangan yang berdatangan untuk sekedar memberiku selamat dan juga berfoto, mengingat hari ini adalah hari pernikahan ku dengan Jeonghan.
Tidak sedikit teman ku yang memberikan ucapan 'aigoo, kasihan sekali kau, kuharap kau bahagia, bagaimana dengan woonwo, kasihan woonwo, bersabarlah' kebanyakan dari mereka tahu bahwa aku menikah karena paksaan orangtua. Aku hanya bisa tertawa miris.
"Pengantin lelaki sudah datang, sangat tampan" ucap seseorang dari EO pernikahan. Hanya kubalas dengan senyuman tipis.
"Kami akan tutup untuk undangan sementara, karena 30 menit lagi acara akan di mulai nona" kata seseorang lagi yang kupikir dia lebih senior karena dari bahasa dan gerak tubuhnya yang sopan dan juga berhati hati.

"Jihoon aa" panggil ku pada jihoon yang masih saja melihat ku dengan aneh. Aku masih sangat ingat bagaimana ekspresinya saat ku beritahu bahwa aku akan menjadi ibunya. Tangan ku menepuk tempat kosong di sofa sebagai isyarat agar jihoon mendekatiku.

"Apa kau gugup?" Tanya ku padanya sembari mendekatkan wajah ku padanya.

"Apa noona benar benar akan menjadi ibu ku?" Tanyanya lagi, beberapa hari ini Jihoon selalu menanyakan ku pertanyaan yang sama, tahu betul pertanyaan lain setelah ini yang akan dilayangkannya.

"Apakah Woonwo hyung tidak sakit hati noona?" Lanjutnya sontak aku tertawa lepas.

"Apa kau tak suka jika aku menjadi ibu mu?, ah aku kecewa telah menerima tawaran ayah mu" jawab ku sengaja dengan memanyunkan bibir

"Tidak-Tidak-Tidak bukan seperti itu noona, aku... ah Appa yang memintamu??" Tanyanya lagi dengan mata membulat kini ia melihat ke arah ku

"Ne" jawab ku sembari mengangguk

Ia tak bisa menahan senyumnya, tangannya menggenggam tangan ku hangat.

"Noona, Woonwo hyung?" Tanyanya kini, yang tak akan bisa ku jawab dengan jujur, entah bagaimana jika woonwo tahu tentang ini, ku fikir dia tak akan benar-benar diam, meskipun Jeonghan adalah senior dan juga pesaing terbesar perusahaannya.

"Woonwo lebih memilih pekerjaannya" jawabku berbohong.

"Bagaimana jika Woonwo tak mau bertemu dengan ku lagi?" Tanyanya

"Akan ada Ayah mu yang menemanimu bermain" jawab ku lagi kini dengan mengusap pelan ujung kepalanya

"Aku tak yakin" jawabnya pelan seperti berbisik namun masih terdengar.
"Appa sangat beruntung menjadikan mu istrinya" celoteh Jihoon lagi membuat ku tak bisa menghentikan tawa.

"Ya, apa maksudmu? Kini kau cemburu dengan Appa mu?" Tanya ku lagi
Ia mengangguk dengan antusias diselingi dengan tawa canda yang membuatnya terlihat sangat manis.

"Nona, acara sudah siap" ucap seorang dari eo berhasil membuat jantungku berdetak 2x lipat. Jihoon segera turun dan mengambil wadah yang berisikan bunga. Ia akan mengiring ku ke altar.

Beberapa orang membantuku berdiri dari sofa dan menata gaun ku agar rapi dan tidak membuat ku kesusahan berjalan.
"Samchoon" ucap ku pelan ketika samchoon pengganti Appa memasuki ruangan.

"Kau sudah siap?" Ucapnya, kini matanya terlihat berkaca

"Ya, Samchoon wae??" Tanya ku meledek sesekali mencubit lengannya yang kini sudah terlingkar di tangan ku.

"Aniyo" jawabnya mengeluarkan sapu tangannya dan membasuh air mata yang bertengger di ujung mata.

"Ya, Appa akan tertawa disana melihat mu seperti ini" ucap ku

Therapying MR. Yoon JeonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang