17

1.4K 158 6
                                    

Jangan lupa untuk klik vote dan komen 🥺

Hanya api dan coklat panas buatan Seokmin yang kini berusaha menghangatkan ku. Seokmin berkutat dengan Kayu kayu bakar sebagai cadangan bila kayu habis termakan api.

"Hyung, makanlah, sudah matang" ucap Seungkwan yang mendekati Seokmin. Mata Seokmin yang lelah berubah membulat mendengar tawaran Seungkwan, ia berdiri dan menepuk pundak Seungkwan.

Ujung bibirku tertarik membentuk senyuman, melihat tingkah mereka berdua.

"Noona, aku mau coklat juga" Jihoon yang sedang menyandarkan dirinya padaku sembari tiduran di alas meminta coklat yang sedang ku nikmati.

"Ya, minta Seokmin Oppa, enak saja" canda ku, kulihat ia yang termanyun marah.

"Hahaha, ini" tawar ku lagi
Ia hanya terdiam, melipat tangannya di dada.

"Yaa, uri jihoonie, marah??" Tanya ku sembari menatapnya bercanda.

"Aigoo, baiklah, aku minta maaf jihoon ah, maafkan aku" tanya ku lagi sembari mengusap kedua tangan ku di depan wajahnya.

"Mehrong" katanya sembari menjulurkan lidah, gemas. Ingin aku dekap badan mungilnya, namun ia lari terlebih dahulu.

"Awas!!" Teriak ku, melihat didepannya ada Jeonghan yang sedang berkutat dengan ponsel pintarnya, entah sedang menelpon siapa.

Jeonghan berhenti sejenak, melihat Jihoon yang terduduk malu karena merasa mengganggu kegiatan sang ayah.

Jeonghan menyamakan tinggi dengan Jihoon
"Neo gwenchana?" Tanyanya hanya dengan mimik bibir yang terbentuk, tak bersuara karena ia masih terhubung dengan entah siapa di ponselnya.

Jihoon mengangguk, Sang ayah mengeluarkan senyum sembari mengusap kepala Jihoon lembut. Mata ku basah melihatnya, kesekian kali, memang liburan ini sangatlah membantu, liburan ini sudah merupakan salah satu terapi terbaik untuknya. Dia yang menyarankan, dan dia yang bisa menyembuhkan ketakutannya sendiri.

"Hyung!!, tidurlah didalam!!" Suara kencang Seungkwan menyadarkan ku dari lamunan. Ku lirik Seungkwan yang kini sedang berdiri, geram melihat Seokmin tertidur melingkar di alas, dengan tangan yang masih menggenggam ubi bakarnya. Mulutnya terkadang bergerak, seakan masih mengunyah makanannya.

Seokmin tak bergerak, tak akan ada yang bisa membangunkan lelaki ini kecuali aku, mana bisa ia terbangun hanya dengan sebuah teriakan. Ku hampiri Seungkwan.

"Minggir" ucap ku penuh percaya diri.

"Yak!!!" Lanjutku, menyentilkan kedua jariku pada hidung panjangnya, Seungkwan yang melihat aksiku hanya menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan, itu memang sentilan keras, namun ia hanya bisa terbangun dengan cara ini.

"Ya" suara rendahnya membuat Seungkwan menutup mulutnya rapat dan menyembunyikan tangannya, ia baru mendengar suara rendah Seokmin. Ia marah, merasa salah satu aset terbaik dalam wajahnya dirusak.

"Wae?" Tanya ku tak mau kalah.

"Hmmm" desahnya, sembari menutup mata dan memijit hidungnya yang mungkin masih terasa sakit.

"Hyung, tidurlah di dalam, apa kau tidak kedinginan" lanjut Seungkwan memecah atmosfir canggung diantara kami.

"Aku tidak tidur" jawabnya kini ia menatap api unggun dengan pandangan kosong.

"Tidak tidur apanya" celetuk Seungkwan sebelum mata tajam Seokmin menusuk mata Seungkwan.

"Bercanda" lanjut Seungkwan kembali.

"Ya!, Oppa!, tidurlah didalam jika memang mengantuk, cih jelas jelas kau tertidur pulas" suruh ku padanya yang masih memandang api unggun kosong.

"Sia ya" panggil Seokmin

Therapying MR. Yoon JeonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang