7

1.7K 176 1
                                    

Jemari Jeonghan bergerak,  sekitar 15 menit setelah ku suntikan cairan yang memang ku gunakan sebelum therapy hipnotis dimulai.

"Yess, ada respon" ucapku, Seungkwan yang sedari tadi khawatir akan atasan dan juga hyungnya, kini dapat bernapas lega, ia selalu saja menggenggami jemarinya, hanya menenangkan diri agar tidak terlalu panik.

"Aku boleh ke toilet Sia ssi?, sebenarnya perutku sakit sedari tadi, apa tidak papa jika kau kutinggal sendiri? Atau aku harus memanggilkan kepala pelayan??" Tanyanya panjang lebar dengan tangan kanan memegangi perut dan tangan kiri memegangi belakang badannya, sempat membuat ku terkekeh karena tingkahnya.

"Ne, tak perlu, ke toilet lah" ucap ku

"Ah, Gomapseumnida Sia ssi, telpon aku jika terjadi sesuatu"

"Ne, cepatlah! Kau mengganggu konsentrasi ku" jawab ku membuatnya lari terbirit birit untuk keluar kamar Jeonghan, entah kenapa ia memilih toilet di luar kamar Jeonghan, bukannya di dalam kamar Jeonghan juga tersedia kamar mandi lengkap dengan toiletnya?.

Badan Jeonghan tersentak tiba tiba, membuat ku sigap menyentuh tangannya, berkeringat, ku usap dahinya, keringat yang lumayan cukup membasahi badannya, ku kecilkan suhu di dalam ruangan agar terasa lebih dingin.

Kini ia lebih tenang, namun ku periksa gerak jantungnya, grafik yang tercipta sedikit aneh, ada garis yang sangat tinggi dan memanjang. Degupan jantungnya meningkat, segera ku keluarkan stetoskop yang sedari tadi ku biarkan di tas kerja ku.

Deg Deg Deg Deg

Suara yang begitu kencang dan juga cepat.

"Hana ya" ucap Jeonghan membuat ku segera menggenggam tangannya, memeriksa keringat yang tadi tercipta apakah berkurang atau meningkat, namun kurasa berkurang karena suhu di ruangan mulai mendingin.

Pandangan ku tak bisa lepas dari grafik jantung Jeonghan, masih saja pada garis yang tinggi.

"Hana ya!!!" Kini panggilan Jeonghan lebih keras dari sebelumnya, tangannya menggenggam ku kuat, sampai membuat ku meringis kesakitan.
Air matanya keluar tiba tiba, ia menangis dengan memanggil nama Hana berulang kali. Ku usap tangannya seolah menenangkan, namun genggamannya semakin erat, ku amati raut wajahnya, ia benar benar menangis hebat, lebih dari terakhir kali ku lihat ia menangis, ketika hana meninggalkan kami.

"JUNG HANAA!!!!" Teriaknya bersamaan dengan bangunnya Jeonghan dari tidur singkatnya, kini posisinya duduk di sofa santai yang di desain khusus untuk rebahan.

Jeonghan terisak, tangannya bergetar hebat, air matanya tak mau berhenti, nafasnya tersengal, wajahnya pucat. Tak kusangka setelah sekian lama ia melewatkan therapynya, ini benar benar respon yang amat kuat dari sebelumnya. Tanganku masih berada di genggamannya, genggaman kuat namun kini dengan getaran, membuat ku bertambah khawatir dengan keadaan Jeonghan, segera ku rengkuh tubuh lemahnya ke dalam dekapan, ku pukul pelan punggung Jeonghan berusaha menenangkan.

Jeonghan menyandarkan kepalanya pada bahu ku, kini tangisannya mengeluarkan suara, isaknya membuat ku ikut merasakan sakit yang diderita.

"Kenapa kau jahat sekali" ucapnya seperti rengekan.

"Aku??" Tanya ku, tak melepas pelukan.

"Kau membuat ku melihat Hana lagi" kini bahu ku terasa basah.

"Aku tak mengarahkan mu, hati kecil dan pikiran terdalam mu yang menciptakan bayangan hana muncul" terangku.

"Sakit, aku terlalu merindukannya" ucapnya yang kini mulai menenggelamkan kepalanya disana.

"Aku juga, tenanglah, kau bisa Jeonghan ah, kau harus berjuang, demi Jihoon"

"HYUNG!!!!" Suara menggelegar seseorang yang tiba tiba memasuki ruangan dan berlari menghampiri ku dan Jeonghan

Therapying MR. Yoon JeonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang