29 Jeonghan (The Lucid Dream)

1.7K 165 6
                                    

Votenya dong please 😞








Deruan angin menerpa wajah.
Wangi yang tak biasa diterima oleh indra membuat ku terusik namun terlalu nyaman untuk membuka mata.

Suara yang tercipta dari gesekan antar daun membuat suasana semakin nyaman.

Ku hirup nafas panjang bersamaan dengan membuka mata perlahan, cahaya matahari yang nampak sangat bersinar mengganggu penglihatan, hingga mengharuskan ku memgangkat tangan menutupi atas dahi, berusaha menghalangi cahaya yang menembus mata.

Angin yang sedari tadi menerpa dengan irama sama tiba tiba berubah semakin kencang membuat tubuh ku terhuyung hingga jatuh di antara gandum yang sedang ranum.

"Hahaha"
Entah kenapa rasa ringan di diri ku, membuat tawa yang terlepas begitu saja.

Tawa yang tak dapat kuhentikan karena semakin dalam yang ku keluarkan, perutku semakin tergelitik untuk mengeluarkan semuanya, hingga buliran air mata berhasil jatuh, hanya karena tawa lepas dari ku.

Rasanya lama sekali aku tak melepas tawa selega ini.

Ku buka perlahan kedua mata ku, merasa tawa ku telah terlepas.

Diam.

Terdiam.

Paras cantik wanita yang lama kurindu terpampang dihadapan. Senyum khas bibir tipisnya menyambut ku,
menghadapku.


Paras cantik itu tepat ada di atas ku, hanya terdiam melihat ku dan memamerkan sebuah senyum kecil yang tak tau apa artinya.



"Hana ya" panggil ku.

Ia mengalihkan pandangannya dari ku.
Menengadahkan kepalanya, melihat langit biru dengan bersandar pada satu sisi tangannya dan menekuk kakinya.

Aku segera mengikuti kegiatannya, alih alih melihat langit seperti yang ia lakukan, aku hanya melihat paras cantik yang selama ini ku rindukan.

Ia tertawa namun tak bersuara.

Ia tersenyum penuh damai.

Namun tak sekalipun ia menoleh pada ku.
Apa dia marah?
Apa yang harus ku katakan?

"Hana ya" panggil ku untuk kedua kalinya.

Kini berhasil, ia melihat ku, masih dengan senyuman itu.

"Ayo kita pulang" ucap ku, rasanya tak mau kehilangan ia lagi

Ia tertawa,
hanya itu jawabannya,
tawanya kini semakin terbahak,
membuat ku keheranan.

Mata yang dulunya sayu kini benar benar bersinar. Seperti saat kata kata lamaran keluar dari mulut ku saat itu, cincin yang kupasang pada jemarinya sewaktu itu membuat bulan sabit dimatanga bersinar terang.

Tangannya terulur sembari berdiri dari duduknya.
Segera ku sambut tangan mungil itu, menggenggamnya tanpa niat melepas.

Ia menuntun ku berjalan, menelusuri ladang gandum. Tangan yang terikat ia ayunkan, melawan arah angin,
Hangat, suasana ini sangat hangat.

Tawa ku terlepas, menggantikan rasa khawatir yang sedari tadi memghantui karena takut akan kehilangannya lagi.

Ia ikut melebarkan tawanya ketika senyum ku mulai merekah.

Therapying MR. Yoon JeonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang