4. Surat Cinta

1.3K 92 1
                                    

"Assalamualaikum." Salam Ito masuk dahulu ke dalam kelas dimana Pak Aji langsung menatapnya dengan sinis.

Pak Aji adalah guru fisika yang terkenal galaknya walau masih muda dan jomblo. Biasanya Pak Aji sangat suka digoda oleh murid SMA terutama yang cantik dan manis.

"Loh, Atta kok telat?" tanya Pak Aji sambil mendekati Atta dan menggeser jarak diantara Atta dan Ito.

"Hehe, maaf ya pak. Soalnya semalem tidur agak malam buat nugas.." jawab Atta menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Ooh, tugasnya banyak ya. Makanya, besok-besok dikerjakan lebih awal ya," Pak Aji tersenyum manis dan mengusap pundak Atta pelan.

Sementara Ito yang menyaksikan hal semacam itu di depan matanya, lalu memasang wajah jijik dan menghembuskan nafas berat.

"Terus kamu, Ito! Kenapa telat? Kerjaan dari kelas sepuluh telaatt mulu," tanya Pak Aji pada Ito dengan mengubah nada bicara dan ekspresi wajahnya.

"Saya juga mengerjakan tugas pak."

"HARUSNYA KAMU MIKIR! KAMU ITU CALON PEMIMPIN KELUARGA! TOLONG LEBIH SERIUS!" bentak Pak Aji melempar penghapus papan tulis ke lantai tanpa ragu.

Ito menundukkan pandangannya ke arah penghapus yang jatuh. Ia mengambil penghapus tersebut dan menyerahkannya pada gurunya.

"Bapak juga calon pemimpin keluarga, tolong lebih serius dalam mengajar. Bedakan mana urusan pribadi dan pekerjaan." jawab Ito dengan lantang dan berjalan menuju bangkunya.

Sekelas dibuat terdiam dengan kata-kata Ito yang menusuk. Atta tersenyum canggung pada Pak Aji yang membeku lalu berjalan ke samping Icha.

"Atta! Lu ngapain juga sih, telat? Sampai berangkat sama cowok sombong itu?" bisik Icha menarik lengan Atta untuk segera duduk.

"Gini, Chaa. Jadi aku habis bikin surat buat Kak Aksa! Tadaaa!" ucap Atta dengan suara pelan lalu menunjukkan sebuah kertas gulungan dengan pita biru muda.

"Sudah-sudah jangan berisik. Kita lanjutkan pelajaran." Seru Pak Aji kembali duduk dan membuka bukunya.

Walaupun terlihat seperti orang yang tidak peduli, namun Ito mendengar pembicaraan kedua wanita itu. Apalagi saat nama 'Aksa' disebut.

***

Ito meraih jaketnya dan bersiap menuju tongkrongan malam ini. Ia menyemprotkan beberapa parfum bekas pemberian Ratu yang hingga kini masih menjadi favoritnya.

Ito
Gua berangkat nongki sekarang ya. See you, janlup makan.
sent kepada Ratuuu

Ito menghembuskan nafasnya pelan, berharap Ratu akan menjawab pesannya malam ini.

Ia meraih kunci motor dan pergi keluar tanpa berpamitan. Ia menancap gas cukup kencang dan berjalan menuju tongkrongan. Dalam perjalanan tiba-tiba Ito teringat akan surat cinta yang dibuat oleh Atta dan akan diserahkan kepada Aksa. Namun ia pun tak tahu kapan gadis itu akan memberikan surat cinta pengakuan. Ia tak menyangka bahwa gadis itu akan melakukan apa yang ia perintahkan.

"Bego banget, sih." Ucap Ito lirih dan menarik sedikit senyum di ujung bibir.

Sudah menjadi kebiasaan Ito, ia pasti akan berangkat tepat waktu atau bahkan kadang melebihi waktu janjian. Ia melepas helm lalu merapikan rambutnya sebentar.

Baru beberapa langkah menuju pintu masuk kafe, tatapannya berubah jadi bingung. Kedua alisnya mengkerut saat melihat Leonidas tampak berbincang dengan seorang gadis yang ditemani tiga temannya.

Ia berdiri di depan pintu kafe dan terus memperhatikan gadis itu sampai ia melihat surat gulingan dengan pita biru muda, persis seperti surat yang dibicarakan oleh Atta pagi tadi.

Gadis itu berbalik dan menahan wajah senyum, namun tidak melihat Ito.

"Atta?" ucap Ito pelan. Saat gadis itu mulai mengedarkan pandangannya, Ito segera bersembunyi agar Atta tidak mengetahui keberadaannya sebagai anggota Leonidas.

"Jadi kakak mau terima cinta aku?" tanya Atta dengan polosnya tanpa malu.

Aksa tersenyum kecil lalu berdiri dari sofanya. Ia yang tingginya lebih dari Atta mengacak pelan rambut gadis itu.

"Pulang ya, sudah malam. Besok masih ada waktu." Jawab Aksa tersenyum manis membuat Atta tak berani berkata-kata.

Atta mengangguk pelan lalu membalikkan badannya untuk segera pulang. Ito yang melihat pergerakan Atta langsung bersembunyi di balik sebuah mobil agar Atta tak melihatnya. Setelah Atta berlalu pergi, ia segera masuk ke kafe dan berjalan seolah tak melihat kejadian apapun.

"Jadi gimana, Sa? Mau nih lu terima? Hahahaha,"

"Cihuy lah, cihuyyy!"

Saut-saut keributan mulai mereda saat Aksa mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Ito. Aksa yang semula membaca surat dari Atta langsung menatap Ito dengan ekspresi sumringah.

"Nah... ini, nih! Langganan telat! Hahaha," suara tawa pecah setelah Aksa melawak kecil.

Ito memasang wajah serius dan menatap Austin yang berdiri di pojokan. "Gua mau bicara serius sama lu." Ucap Ito menunjuk Austin dengan jari telunjuknya dan berjalan pergi keluar kafe.

Keduanya berbincang di sudut dekat tempat sampah. Austin mengambil sebatang rokok dan membakar ujungnya. "Ada apa nih, tiba-tiba?" tanya Austin dengan wajah terlewat santai.

"Lu yang ngasih nomor gua ke cewek tadi kan? Sampai-sampai dia telfon gua anjir!" serunya mengkendorkan wajah tegang.

"Kan chargernya spesial hadiah dari Ratu, dikata gua gatau apa?" Austin menghisap rokoknya lalu menghembuskan ke udara.

"Gua udah gak gitu lagi ke Ratu, Tin!"

"Tapi parfum yang dipake masih parfum dari Ratu? Cuih!" Austin meludah di hadapan Ito sambil tertawa usil.

"KEBETULAN AJA PARFUM GUA TINGGAL SATU ANJING!" teriak Ito yang dibalas tawa ngakak oleh Austin.

Suasana jadi penuh dengan tawa Austin yang terbahak-bahak. Ito jadi tidak sempat mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan.

"Gua ga mau ada yang tau kalo gua anggota Leonidas, Tin." ucap Ito menghentikan tawa keras Austin seketika.

"Gua ga mau buat nama keluarga gua makin hancur, karena ikut geng nakal."

Ucapan Ito sekejap membuat emosi Austin membara. Austin mendorong Ito ke ujung tembok, menjatuhkan batang rokoknya, dan mencekram erat kerah almamater geng mereka.

"Gua jelasin lagi sama lu. Leonidas itu keluarga, bukan tempat orang-orang nakal. Kita disini buat berbagi keluh kesah bukan cari masalah. Lu camkan baik-baik di pikiran lu. Gua percaya sama lu dan gua juga satu-satunya kakak kelas yang bisa lu percaya dari SMP, To. Denger?" bisik Austin sebisa mungkin menahan pukulannya. Ia pun sudah teramat muak dengan perkataan orang-orang yang menganggap Leonidas adalah bagian dari kelompok rendahan.

Ito terdiam sejenak, membiarkan Austin melepaskan cengkraman erat dari kerah jaketnya. "Lu bisa percaya sama gua, Austin Nicholas." Kata Ito dengan pasrah.

Austin menepuk pundak Ito dengan senyum bangga. "Yaudah, ayo masuk!" ajak Austin dengan senyum hangatnya dan merangkul Ito. Begitupun dengan Ito, berusaha sebaik mungkin mengatur senyumnya.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang